SLEMAN, KOMPAS—Pancasila tidak hanya sebuah ideologi. Hal itu juga menjadi cita-cita bangsa untuk mewujudkan negara yang sejahtera dengan kedaulatan yang dimiliki oleh warga bangsanya.
Gagasan itu diungkapkan oleh Elwin Tobing dalam diskusi tentang buku yang ia tulis dengan berjudul “Indonesian Dream: Revitalisasi dan Realisasisi Pancasila Sebagai Cita-Cita Bangsa, di Digital Library Universitas Negeri Yogyakarta, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (24/8/2018).
“Saat ini, Pancasila cenderung berfungsi sebagai ideologi yang mengatur ketatanegaraan. Padahal, Pancasila juga menyangkut tentang cita-cita manusia dan bangsa Indonesia serta sistem untuk mencapai cita-cita tersebut,” kata Elwin, dalam diskusi tersebut.
Elwin menilai, dengan dijadikannya Pancasila sebagai cita-cita sebuah bangsa, hal tersebut membuat Pancasila tidak hanya ada di tataran negara, tetapi juga dimiliki oleh seluruh warga bangsa.
“Ini adalah mimpi bangsa untuk menjadi berdaulat dan adil. Ini bisa membuat ideologi tidak hanya berada di tataran negara, tetapi juga hidup di tengah-tengah rakyat, sehingga Pancasila bisa menyentuh secara personal,” jelas Elwin.
Elwin menjelaskan, ada tiga hal penting yang ingin dicapai oleh Pancasila. Ketiga hal tersebut adalah kemerdekaan, keadilan, dan berpengetahuan. Untuk memperoleh ketiga hal itu, ada tiga modal yang harus dimiliki, yaitu modal spiritual, modal sosial, dan modal manusia.
“Modal spiritual itu untuk menjaga hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia. Modal sosial itu untuk menguatkan kerja sama seluruh masyarakat. Ini meningkatkan, kepercayaan satu sama lain. Sementara itu, modal manusia guna menciptakan sumber daya manusia yang berpengetahuan,” kata Elwin.
Elwin meyakini, jika ketiga hal itu dimiliki oleh Indonesia, kemakmuran dan kesejahteraan akan mengikuti setelahnya. Sebab, tujuan utama dari Pancasila itu adalah menciptakan kesejahteraan untuk masyarakat.
Sementara itu, Wuryadi, Guru Besar dari Universitas Negeri Yogyakarta, mengungkapkan, Pancasila merupakan ideologi yang digali dari budaya dan bangsa Indonesia. “Pancasila itu digali dari budaya dan bangsa Indonesia. Jadi, sebenarnya, ideologi ini selalu kita hidupi dan ada dalam kehidupan bermasyarakat kita,” kat Wuryadi.
Wuryadi menyampaikan, semangat yang diusung Pancasila adalah semangat persatuan. Keberagaman dimaknai bukan sebagai jurang pemisah, tetapi justru menguatkan persatuan karena saling melengkapi satu sama lain.
“Bangsa ini dibangun oleh orang-orang yang punya cita-cita sama. Bersatu dalam perbedaan,” tegas Wuryadi.
Wuryadi menambahkan, suatu hal yang menarik dalam Pancasila, semangat persatuannya itu tidak menguatkan semangat chauvinistik dalam kehidupan berbangsa. Chauvinistik adalah sifat tentang rasa cinta yang berlebih terhadap tanah air. Hal itu diredam oleh muatan demokrasi yang ditunjukkan melalui unsur musyawarah untuk mufakat dalam Pancasila.
“Pancasila itu semangat persatuannya untuk menolak adanya penjajahan sehingga menjadi suatu bangsa yang berdaulat. Namun, semangat persatuan itu tidak serta merta menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang chauvinistik dengan adanya musyawarah untuk mufakat. Itu mencerminkan demokrasi,” ujar Wuryadi.