TANJUNG SELOR, KOMPAS - Dalam kurun waktu setahun terakhir, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara mengakhiri atau tidak memperpanjang izin usaha pertambangan di 52 perusahaan dan mencabut izin di tiga perusahaan yang semuanya pada komoditas mineral batu bara. Langkah awal penataan IUP di Kaltara ini diapresiasi, namun belum membuat lega pemerhati lingkungan.
“Ini bentuk komitmen Pemprov Kaltara menata IUP. Juga, turut mendukung upaya peningkatan daya dukung lingkungan dan keberlangsungan ketersediaan sumber daya mineral dan batu bara di Kaltara,” ujar Gubernur Kaltara Irianto Lambrie, Jumat (24/8).
Sejak 3 Agustus 2017 hingga Juli 2018, Pemprov Kaltara melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakhiri IUP 52 perusahaan dan mencabut IUP 3 perusahaan pada komoditas mineral dan batu bara.
Tiga perusahaan yang izinya dicabut kini sudah tidak aktif. Sedangkan perusahaan yang IUP-nya diakhiri karena izinnya memang telah selesai masa berlakunya.
IUP 3 perusahaan yang dicabut tersebut ditetapkan per 7 Mei 2018, yakni PT TMS Atha Marth, PT Dian Bara Genoyang, dan PT Mestika Persada Raya. IUP yang telah berakhir, sudah dibuatkan Surat Keputusan (SK) pemutakhirannya. Begitu pula pada IUP yang dicabut, telah dibuatkan SK pencabutannya.
“Pemutakhiran ini kami lakukan, setelah sebelumnya pada tahun 2017 sebanyak 45 perusahaan diakhiri IUP-nya. Tahun 2018 ini, ada 7 perusahaan yang izinnya diakhiri, dan 3 IUP yang dicabut. Tahun 2017, belum ada IUP yang dicabut,” kata Irianto Lambrie.
Diterangkannya, masa berlaku IUP batu bara adalah tujuh tahun. Sementara untuk IUP mineral logam, masa berlaku IUP eksplorasi selama delapan tahun. “Ini sudah maksimal, tak bisa diperpanjang lagi apabila sudah berakhir,” ucap Irianto.
Terkait perusahaan yang dicabut IUP-nya, diketahui sudah tidak aktif. Sudah diserahterimakan pengawasannya dari pemerintah daerah kepada Pemprov Kaltara sejak 2016. Sebelum dikeluarkan SK pengakhiran atau pencabutan IUP, Dinas ESDM Kaltara terus berupaya memastikan menghubungi perusahaan.
“Mulai diundang untuk registrasi ulang dan penyampaian laporan finansial dan administratifnya hingga masa IUP berakhir,” jelas Gubernur.
Perusahaan yang IUP-nya telah diakhiri dan dicabut, diimbau segera melunasi utang kepada negara, yakni utang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PBNP) berupa iuran tetap atau royalti. “Jangan beranggapan, kalau izin berakhir atau dicabut maka kewajiban pun berakhir,” kata Irianto.
Secara terpisah, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang menyebut, langkah Pemprov Kaltara tidak memperpanjang IUP sebagian perusahaan tambang, tentu diapresiasi. Namun itu hanya langkah biasa yang wajar dilakukan oleh pemerintah daerah.
“Beda jika dilakukan pencabutan IUP yang melanggar aturan, dengan kondisi perusahaan masih beroperasi. Saat ini bisnis batubara kan masih terbilang belum bagus, jadi ya kami menganggap langkah Pemprov Kaltara itu biasa-biasa saja. Seharusnya ya begitu,” kata Rupang.
Idealnya lagi, lanjut Rupang, yang diperhatikan adalah bagaimana reklamasi usai tambang. Sebab itu yang selama ini selalu luput dibahas. “Perusahaan biasanya pergi begitu saja, jika selesai mengeruk. Lubang bekas tambangnya bagaimana? Dibiarkan?” ucap Rupang.