JAYAPURA, KOMPAS — Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Papua menemukan indikasi malaadministrasi dalam pengelolaan anggaran untuk pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan di Rumah Sakit Dok II Jayapura. Hal ini bersumber dari temuan utang klaim Kartu Papua Sehat dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam rentang 2014 hingga 2016.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Papua Sabar Olif Iwanggin, saat ditemui di Jayapura, Senin (27/8/2018), mengatakan, dugaan malaadministrasi di RS Dok II Jayapura berupa penyalahgunaan wewenang untuk penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukkannya. Hal tersebut menyebabkan sejumlah layanan di rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Papua itu terganggu, seperti ketersediaan obat dan air bersih.
Dari hasil monitoring di RS Dok II pada 21 Agustus lalu, Sabar bersama timnya mendapatkan data adanya utang pembayaran klaim Kartu Papua Sehat (KPS) dan BPJS Kesehatan untuk pengadaan alat kesehatan sekali pakai dan obat-obatan.
Dari KPS, pihak rumah sakit menanggung utang sebesar Rp 4,5 miliar pada tahun 2014 dan Rp 3,2 miliar pada 2015. Sementara, untuk BPJS Kesehatan, utang mencapai Rp 499 juta pada 2016.
”Kami masih berupaya meminta data KPS dan BPJS Kesehatan untuk periode dua tahun terakhir dari pihak RS. Apabila tak memberikannya, mereka bisa dikenai sanksi pidana karena melanggar Pasal 4 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman,” kata Sabar.
Ia menjelaskan, seharusnya tak boleh ada utang dalam pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan karena pemerintah menyediakan anggaran kedua pembiayaan itu setiap tahun.
”Kami meminta klarifikasi dan menyelidiki dokumen KPS dan BPJS Kesehatan dari pihak manajemen RS Dok II di kantor Ombudsman pada Selasa (28/8/2018) ini. Apabila ada unsur pidana korupsi, kami akan melaporkannya kepada aparat penegak hukum,” kata Sabar.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua, Thomas Sondegau, berpendapat, Pemerintah Provinsi Papua harus bertindak tegas dengan mencopot oknum manajemen rumah sakit yang menyalahgunakan anggaran pengadaan obat dan alat kesehatan bagi pasien.
”DPRP Papua meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menyelidiki dugaan penyalahgunaan anggaran pengadaan obat dan alat kesehatan di RS Dok II. Apabila tak ada tindakan tegas, masalah ini tak akan terselesaikan. Masyarakat Papua yang akan menjadi korban,” kata Thomas.
Pelaksana tugas Direktur Utama RS Dok II Jayapura Anggiat Situmorang, ketika dikonfirmasi, mengakui terjadi masalah dalam administrasi dan penganggaran selama beberapa tahun terakhir. Karena itu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan telah diterjunkan untuk mengaudit penggunaan anggaran.
Ia pun mengaku telah melakukan audit secara internal. Hasilnya, ditemukan penggunaan anggaran sebesar Rp 4,2 miliar yang tak dapat dipertanggungjawabkan.
”Saya ditugaskan Penjabat Gubernur Papua Soedarmo untuk menata kembali sistem perencanaan anggaran di rumah sakit ini. Mudah-mudahan saya bisa mengemban tugas ini dengan baik,” ujar Anggiat yang juga menjabat sebagai Inspektur Provinsi Papua.