Hiu Tutul Terdampar di Pantai Parangkusumo Alami Pendarahan
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
BANTUL, KOMPAS—Penyakit diduga menjadi penyebab terdamparnya seekor hiu tutul atau hiu paus, di Pantai Parangkusumo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (27/8/2018). Dugaan itu muncul dengan ditemukannya pendarahan di dalam tubuh hiu tersebut setelah dilakukan nekropsi, atau pembedahan. Namun, penelitian lebih lanjut masih dilakukan untuk memperoleh kepastian jawaban.
“Terjadi pendarahan dari bagian tengah usus sampai belakang. Usus mengalami pendarahan sampai bagian dalam. Penyebabnya diduga dari bakteri. Saat ini, sampel masih dianalisa lagi oleh tim dari Fakultas Kedokteran Hewan UGM,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta (BKSDA), Untung Suripto, di Yogyakarta, Selasa (28/8/2018).
Untung menyampaikan, hiu tutul yang berada dalam kondisi sakit itu kemungkinan tidak kuat untuk berenang dalam arus sehingga terseret sampai ke pantai. "Kemungkinan itu terjadi karena laut selatan memang dikenal memiliki arus yang kuat," katanya.
Hiu itu terdampar di pantai, pada Senin pagi, sekitar pukul 04.30. Hiu yang memiliki panjang empat meter dan lebar sekitar satu meter itu awalnya ditemukan dalam kondisi hidup oleh seorang warga yang kebetulan sedang berjalan-jalan di tepi pantai.
Namun, nyawa hiu itu tak tertolong. Sebelumnya, sempat ada pihak dari kepolisian dan SAR Pelindung Masyarakat Bantul untuk melakukan evakuasi. Ukurannya yang besar membuat hiu itu tidak bisa didorong lagi ke tengah laut. Pihak BKSDA baru mendapatkan laporan sekitar pukul 07.30 dan baru bisa sampai di lokasi sekitar pukul 09.30. Ketika mereka sampai, hiu itu sudah tidak lagi bernafas.
“Saluran pernafasan pada insang mengalami pendarahan. Ini karena saat terdampar hiu masih dalam keadaan hidup. Seharusnya, hiu bernafas di air dengan insang. Di darat, hiu akan mengalami gagal pernafasan,” kata Untung.
Perlakuan terhadap hewan
Dalam peristiwa terdamparnya hiu tersebut, sempat ada kehebohan tentang petugas kepolisian yang menaiki punggung dari hiu itu lalu berfoto diatasnya. Foto itu diperbincangkan ramai di media sosial. Banyak warganet yang mengecam aksi tersebut karena dianggap merupakan bentuk penyiksaan terhadap hewan.
Terkait kejadian tersebut, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah DIY, Ajun Komisaris Besar Yuliyanto mengatakan, anggota kepolisian yang melakukan aksi tersebut sedang diperiksa oleh pihak kepolisian. Jenis hukuman yang pantas diberikan untuk mereka juga sedang didalami.
“Anggota tersebut sudah menyesal karena perilakunya,” kata Yuliyanto.
Hiu tutul itu termasuk hewan yang dilindungi penuh oleh pemerintah. Hal tersebut tertera dalam Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhicodon typus).
Untung pun menyesalkan oleh tindakan yang dilakukan terhadap sejumlah anggota kepolisian itu. Menurut dia, hewan harus diperlakukan dengan baik, dalam kondisi hidup maupun mati. Tidak boleh ada penyiksaan secara verbal atau fisik.
“Jika masih berlaku demikian, itu merupakan bentuk penyiksaan terhadap hewan. Itu bukan hal yang etis untuk memperlakukan hewan sebagai makhluk hidup,” kata Untung.
Adapun peraturan tentang perlakuan terhadap hewan itu ada di Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa tidak boleh ada penyiksaan terhadap hewan.