Layanan Kesehatan Darurat
Pelayanan kesehatan di wilayah terdampak gempa di Lombok sebagian besar masih darurat dan dilaksanakan di tenda-tenda. Hanya RSUP NTB di Mataram yang mulai masuk gedung.
LOMBOK UTARA, KOMPAS Sampai saat ini, pelayanan kesehatan di sejumlah puskesmas dan rumah sakit di Lombok, Nusa Tenggara Barat, masih darurat. Pelayanan dilakukan di tenda dengan sarana dan prasarana minim.
Di Puskesmas Pemenang, Puskesmas Gangga, dan RSUD Lombok Utara yang terletak di Tanjung, sekitar 40 kilometer dari Kota Mataram, hampir semua pelayanan kesehatan dilakukan di tenda. RSUD itu berubah jadi rumah sakit lapangan. Hampir seluruh bangunannya porak poranda akibat diguncang gempa berkekuatan Magnitudo 7,0 pada Minggu (5/8/2018).
”Bangunan yang masih utuh dan bisa digunakan tinggal unit radiologi dan hemodialisis. Yang lain rusak sehingga pelayanan dipindahkan ke tenda,” kata Pipit Lestari dari Humas RSUD Lombok Utara, Tanjung, Senin (27/8).
Setiap hari, rata-rata warga yang berobat ke poli rawat jalan RSUD Lombok Utara 250 orang. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan sebelum gempa yang rata-rata 150 pasien per hari. Sejak minggu kedua setelah gempa, banyak warga berobat karena diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan gatal-gatal.
”Saat ini, stok obat diare untuk anak-anak, seperti zinc syrup, probiotik, loperamid, dan cairan KAEN 3B, kosong. Stok habis sejak Minggu (26/8). Untuk obat lain, jika kunjungan pasien masih tetap seperti sekarang, diperkirakan cukup untuk dua minggu,” kata Pipit.
Semua pasien rawat jalan dilayani di tenda. Demikian juga rawat inap pasien. Satu tenda diisi 15 tempat tidur dan hanya dilengkapi dua kipas angin. Kondisinya cukup sesak dan panas.
Nurma Yunita (31), warga Desa Gondang, Kecamatan Gangga, menuturkan, bapaknya, Zumait (65), yang dirawat sejak Sabtu (25/8) karena batuk dan sesak napas tidak bisa tidur nyenyak di ruang rawat inap. ”Kalau siang, kepanasan. Kalau malam kedinginan sehingga bapak batuk sepanjang malam,” katanya.
Meski darurat, RSUD Lombok Utara kini sudah melakukan operasi terhadap pasien. Menurut rencana, pekan ini ruang operasi akan dipindahkan ke peti kemas (kontainer). ”Dua peti kemas sudah disiapkan untuk ruang operasi,” ujar Pipit.
Minggu pertama setelah gempa, RSUD Lombok Utara merujuk pasien patah tulang ke Kota Mataram. Sebagian lagi dirujuk ke RS Terapung Ksatria Airlangga yang sandar di Pelabuhan Bangsal, Kecamatan Pemenang, dan kapal rumah sakit KRI dr Soeharso yang sandar di Pelabuhan Carik, Kecamatan Bayan.
Karena pasien patah tulang mulai berkurang, RS Terapung Ksatria Airlangga dan kapal rumah sakit KRI dr Soeharso tak lagi membuka pelayanan. KRI dr Soeharso meninggalkan Lombok pada Sabtu. Sementara RS Terapung Ksatria Airlangga meninggalkan Lombok pada Senin sore.
Mulai masuk gedung
RSUP NTB di Mataram mulai membuka layanan reguler seiring berakhirnya masa tanggap darurat. Sejak Senin, sebagian pasien yang dirawat di lantai satu kembali ke ruangan. Namun, pasien yang dirawat di lantai dua hingga empat memilih tetap di tenda karena khawatir terjadi gempa lagi.
”Penilaian dari dinas pekerjaan umum, gedung kami aman. Ada beberapa yang rusak ringan, tetapi bisa diperbaiki dan ditempati lagi,” kata Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medis RSUP NTB Agus Rusdhy Hariawan.
Agus mengatakan, sejak awal gempa, total pasien yang masuk 413 orang, terutama dari Lombok Utara dan Lombok Timur. Sebanyak 300 orang dioperasi mulai dari bedah ortopedi, bedah saraf, umum, dan plastik. Sebagian besar pasien sudah pulang, kini tinggal 43 orang.
Pejabat Sementara Kepala Dinas Kesehatan NTB Marjito menyatakan, penyakit yang merebak di kalangan pengungsi, seperti diare, ISPA, dan gatal-gatal, menunjukkan tren menurun. Hal itu menyusul upaya penanganan sumber pemicu penyakit lewat penjernihan air, kaporitisasi, serta pemenuhan sarana mandi, cuci, dan kakus di pengungsian di Lombok Utara, Lombok Timur, Lombok Barat, dan Mataram.
Terkait persediaan obat, Marjito mengklaim, persediaan masih cukup untuk seminggu ke depan. ”Begitu ada laporan terjadi kasus, kami langsung drop obat ke kabupaten terdampak. Kalau ada yang belum menerima, mungkin obat belum diambil di puskesmas terdekat,” ujar Marjito.
Di Jakarta, Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Ahmad Yurianto mengatakan, puskesmas dan rumah sakit diminta segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah jika kekurangan stok obat dan alat kesehatan.
”Jika dinkes di kabupaten/kota kurang obat, dinkes provinsi yang menyediakan. Jika masih kurang, Kemenkes yang membantu,” katanya, Senin. Stok obat diare dan ISPA sudah diperbanyak sejak awal ada pengungsi.
Momentum menata
Fase rehabilitasi dan rekonstruksi dapat menjadi momentum bagi pemerintah daerah menata Lombok dengan berorientasi pada mitigasi bencana.
”Yang menyebabkan kerusakan dan korban jiwa bukan gempa, tetapi karena konstruksi dan material bangunan serta rendahnya kesadaran terhadap risiko bencana,” ujar Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) B Wisnu Widjaja, Senin, di Mataram.
Untuk meminimalkan dampak bencana alam, kata Wisnu, permukiman penduduk di atas patahan atau zona rawan gempa harus dibangun dengan konstruksi tahan gempa.
BNPB membuat sistem yang dinamakan Inarisk, berisi peta ancaman dan risiko seluruh jenis bencana di Tanah Air. Sistem Inarisk dapat diunduh di Playstore. ”Informasi yang awalnya berupa teks, kami jadikan spasial,” kata Wisnu.
Peta ancaman bencana akan disempurnakan dengan foto udara sehingga dapat dijadikan acuan bagi pemda untuk membangun wilayahnya dengan berorientasi pada mitigasi bencana.
Marfuah (42), warga Dusun Karang Montong, Desa Pemenang Timur, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, menuturkan tidak mau lagi membangun rumah dengan material beton ataupun batako karena trauma dengan gempa. Bantuan stimulus dari pemerintah akan digunakan untuk membangun rumah tahan gempa dengan material kayu.
Hal yang sama dikatakan Salihin (47), warga Dusun Teluk Kombal, Desa Pemenang Barat, dan Kepala Desa Sembalun Bumbung, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, Sunardi. Mereka berniat membangun rumah tradisional dari anyaman bambu dan kayu.
Sementara itu, pemerintah pusat menargetkan pembangunan rumah rusak akibat gempa bumi di Nusa Tenggara Barat selesai akhir Maret 2019. Adapun pemulihan seluruh aspek ditargetkan tuntas Agustus 2019.
Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat percepatan rekonstruksi dan rehabilitasi dampak gempa bumi NTB di Jakarta, Senin. Hadir Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Kepala BNPB Willem Rampangilei, serta Wakil Gubernur NTB Badrul Munir.
BNPB memperkirakan, sekitar 70.000 rumah warga di NTB rusak akibat gempa. Saat ini, pendataan dan verifikasi mencapai 17.400 rumah.
Bantuan untuk pembangunan rumah kategori rusak ringan adalah Rp 10 juta per unit. Untuk katagori rusak sedang dan berat masing-masing Rp 25 juta dan Rp 50 juta per unit. (ILO/RUL/JUM/ZAK/E22/LAS)