TARAKAN, KOMPAS - Krisis air bersih semakin mengancam Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Hampir sebulan, curah hujan sangat minim, sehingga embung-embung tadah hujan mulai mengering. Air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) sudah berhari-hari tidak bisa lagi menjangkau semua pelanggan. Jika tidak turun hujan deras, dua pekan lagi, PDAM terancam tidak bisa mengalirkan air.
Said Usman Assegaf, Direktur PDAM Tirta Alam, Tarakan, Selasa (28/8) sore, mengatakan, saat ini Embung Binalatung hanya bisa diambil airnya dalam enam hari ke depan. Lima hari lalu, embung berkapasitas 400.000 meter kubik ini tinggal berkapasitas 10 persen.
“Sekarang saya nggak berani mengestimasi berapa persen (air) tersisa. Ketinggian air tinggal 40 cm, dan itu pun hanya bisa diambil separuhnya. Enam hari, perkiraan kami, jika diambil terus tanpa terisi, Binalatung akan kering, menyusul Embung Persemaian,” katanya.
Embung Persemaian yang berkapasitas 115.000 meter kubik sudah kering sejak sekitar dua pekan lalu. Embung Binalatung masih bisa sedikit terisi, karena pihaknya mengalirkan air dari sungai-sungai kecil.
Satu embung tersisa, Embung Bengawan, yang berkapasitas 200.000 meter kubik pun, juga terkendala listrik. “Perlu genset berkemampuan besar, setidaknya yang berdaya 250 KV untuk menggerakkan pompa air menyedot air Embung Bengawan. Ini masih kami upayakan,” kata Usman.
Kemampuan produksi yang semakin menyusut, terutama sejak dua pekan lalu, berdampak pada pelanggan yang terutama tinggal di perbukitan. Seperti diketahui, wilayah Tarakan berbukit-bukit, dan separuh lebih pelanggan PDAM Tarakan tinggal di kawasan perbukitan.
Kemampuan PDAM mengalirkan air yakni 140 liter per detik-dari seluruh embung tersebut. Pekan lalu, itu masih bisa diupayakan 100 liter per detik. Namun imbasnya, dari sekitar 258.000 pelanggan, sekitar 100.000 pelanggan (sambungan rumah) tidak atau kurang terlayani air bersih secara optimal.
Sekarang, Usman menyebut, kemampuan mengalirkan air tinggal 60 liter per detik, dan lebih dari separuh pelanggan sudah tidak bisa mendapat air. “Mesin enggak bisa lagi kencang menyedot (memompa) air, jika air embung semakin dangkal. Malah dapat lumpur,” ujarnya.
Sebenarnya, dalam rentang sebulan terakhir, Tarakan beberapa kali terguyur hujan. Namun hanya rintik, tidak merata, dan malah turun di wilayah perkotaan. Hujan deras tidak turun di embung sehingga embung tidak terisi.
“Kemarin (Senin) sempat awan gelap menyelimuti Tarakan. Secara teori, jelas hujan deras bakal turun. Saya tunggu lama, eh tidak jadi hujan. Awannya tertiup angin lagi, mungkin jatuhnya (air) di lautan. Kejadian seperti itu ya beberapa kali,” ujar Usman.
Sebagian warga Tarakan mulai mengalami ketidakteraturan jadwal air mengalir. Mustofa (33) warga Pamusian, Tarakan Tengah, bingung ketika air PDAM tidak mengalir pagi tadi. Meski itu sudah diprediksi pasti terjadi, karena beberapa hari terakhir, air PDAM sudah tidak lancar.
“Dua pekan ini, air PDAM di rumah saya, ya seakan hanya hidup-mati, hidup-mati. Pernah mati air selama dua hari. Saat air mengalir, juga enggak 24 jam. Itu pun tidak deras, dan warna airnya keruh kecoklatan. Beberapa lama setelah mengalir, air baru cukup jernih,” ucapnya.
Mustofa belum membeli air karena dia memiliki bak tampungan air berukuran cukup besar. Namun dalam hitungan hari, air pasti akan habis. Namun beberapa tetangga dan temannya, menurut Mustofa, sudah membeli air. “Mesti hemat air,” kata dia.
Kabag Humas Pemkot Tarakan Anugrah Yega berharap hujan deras segera turun mengguyur sehingga embung-embung tadah hujan yang mulai mengering ini, segera terisi penuh. “Jangan sampai kekeringan seperti tahun 2016 lalu, terjadi lagi,” kata Yega.