WA tidak dibebaskan, tetapi dilepaskan dari tuntutan hukum. Dia terbukti melakukan tindak pidana aborsi, tetapi dalam keadaan daya paksa.
JAMBI, KOMPAS - WA (15), korban pemerkosaan di Jambi yang divonis 6 bulan penjara, akhirnya dilepaskan dari segala tuntutan hukum oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Jambi, Senin (27/8/2018). Putusan itu disambut positif kalangan aktivis perlindungan perempuan dan anak.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan, WA terbukti melakukan tindak pidana aborsi. Namun, hakim menilai, perbuatannya itu dilakukan dalam keadaan daya paksa akibat pemerkosaan yang dialaminya. Karena itu, WA harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Selain itu, hakim juga menetapkan pemulihan hak anak dalam kemampuan, kedudukan, serta harkat dan martabatnya. ”Selanjutnya, biaya perkara kedua tingkat peradilan, baik di peradilan tingkat pertama maupun tingkat banding, dibebankan sepenuhnya kepada negara,” ujar Jhon Diamond Tambunan, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jambi. Ia didampingi hakim anggota, Hiras Sihombing dan Efran Basuning.
WA adalah korban pemerkosaan abang kandungnya sendiri, AR (17), di Kabupaten Batanghari, Jambi. Kasus pemerkosaan itu terkuak setelah ditemukan jasad bayi di sebuah kebun sawit di desanya pada akhir Mei lalu. Hasil penyelidikan Kepolisian Resor Batanghari mengungkap bahwa orangtua bayi adalah kakak beradik WA dan AR. Setelah pengembangan kasus, WA akhirnya divonis 6 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, karena menggugurkan kandungan. Tidak terima atas putusan itu, melalui penasihat hukum, WA mengajukan banding.
Diampuni oleh hukum
Menurut Hasoloan Sianturi dari Humas Pengadilan Tinggi Jambi, WA tidak dibebaskan, tetapi dilepaskan dari tuntutan hukum. ”Artinya, ia terbukti melakukan tindak pidana aborsi, tetapi karena itu dilakukan dalam keadaan daya paksa, ia diampuni oleh hukum,” ucapnya.
Meski memutus lepas dari tuntutan hukum, lanjut Hasoloan, majelis telah lebih dahulu mengeluarkan WA dari Lembaga Permasyarakatan Perempuan di Muara Bulian ke rumah pemulihan trauma sejak 31 Juli. Keputusan itu diambil setelah hakim melakukan sejumlah pertimbangan kemanusiaan.
Pihaknya juga telah memanggil majelis hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian. Tiga hakim yang menvonis 6 bulan penjara kepada WA dimintai keterangan.
Solidaritas perempuan yang tergabung dalam Save Our Sister (SOS) menyambut antusias putusan banding tersebut. Direktur SOS Zubaidah mengatakan, putusan itu menunjukkan sistem hukum yang kian progresif. Hakim menjadi lebih berhati-hati menangani perkara-perkara sensitif seperti pada kasus WA. Yang menjadi tantangan ke depan adalah memulihkan trauma korban. ”WA butuh didukung dan diangkat kembali kepercayaan dirinya untuk bangkit,” katanya. (ITA)