SURABAYA, KOMPAS - Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Jawa Timur, menggagalkan pengiriman 154 burung yang tidak dilengkapi sertifikat kesehatan. Burung-burung tersebut dikirim menggunakan jalur laut dan disembunyikan di kolong truk.
Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Latifatul Aini, Selasa (28/8/2018), di Surabaya, mengatakan, pengungkapan kasus pengiriman burung tanpa sertifikat kesehatan berawal dari laporan masyarakat. Pihaknya melakukan pemeriksaan sebuah truk yang menyeberang dengan kapal dari Pelabuhan Kumai, Kalimantan Tengah, menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Senin.
Petugas menemukan 154 burung dalam empat kardus yang disembunyikan di kolong truk. Kardus ditutup terpal sehingga tidak terlihat dari luar. Saat diperiksa, pemilik burung sudah meninggalkan kapal. ”Sopir truk tidak bisa menunjukkan sertifikat kesehatan hewan dari Badan Karantina Kesehatan, sedangkan pemiliknya kabur,” kata Latifatul.
Sebanyak 154 burung terdiri dari cucak hijau (60 ekor), murai batu (53 ekor), tledekan (38 ekor), dan cucak jenggot (3 ekor). Cucak hijau dan murai batu tergolong satwa dilindungi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Latifatul menuturkan, burung-burung tersebut kini diamankan di Kantor Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya. Pemilik diminta melengkapi sertifikat kesehatan hewan sesuai Pasal 6 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1996 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Dalam aturan disebutkan,
setiap lalu lintas burung dari satu area ke area lain harus dilengkapi dengan sertifikat kesehatan hewan. Sertifikat itu dikeluarkan Balai Besar Karantina Pertanian setempat untuk diserahkan ke petugas karantina di tempat tujuan pengiriman hewan tersebut.
Persyaratan itu diperlukan untuk memastikan burung yang dikirim tidak membawa penyakit. ”Penahanan burung-burung itu untuk melindungi unggas di Jawa Timur terhadap ancaman flu burung dan penyakit lain yang mungkin diderita burung-burung tersebut,” ujarnya.
Latifatul mengatakan, pihaknya belum menetapkan tersangka atas kasus pengiriman burung tersebut. Pemilik yang saat ini kabur diminta melengkapi persyaratan sertifikat kesehatan hewan dalam waktu tiga hari atau paling lambat Kamis (30/8). Jika pemilik tidak melengkapi dokumen kesehatan, burung-burung tersebut akan dilepasliarkan ke alam.
Anggota Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Brigadir Kepala Hadi Iswanto mengatakan, pemilik bisa dijerat pidana jika terbukti memperdagangkan burung cucak hijau dan murai batu. Sesuai Pasal 40 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, penjual satwa dilindungi diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Kepala Seksi Pengawasan dan Penindakan Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Faisal Nur menambahkan, sejak awal 2018 hingga saat ini, pihaknya telah menggagalkan lima kali pengiriman burung yang tidak dilengkapi sertifikat kesehatan hewan. Jumlah burung yang diselundupkan bervariasi berkisar 100 ekor-250 ekor. Satu kasus sudah dilimpahkan ke pengadilan dan empat lain masih tahap penyelidikan. ”Burung dikirim dari Kalimantan untuk dijual ke wilayah Jawa Timur,” ucapnya. (SYA)