Pemerintah akan mengatur keramba jaring apung di Danau Toba. Keramba berada di tempat tidak layak dan produksinya terlalu banyak. Akibatnya, terjadi pencemaran yang mematikan ikan.
SAMOSIR, KOMPAS Pemerintah Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, menata ulang keramba jaring apung di Danau Toba setelah kematian massal 180 ton ikan, pekan lalu. Keramba akan direlokasi ke perairan lebih dalam dan ditata letaknya agar tidak mengganggu sumber air minum, lalu lintas danau, dan jalur pariwisata.
”Penataan ulang keramba jaring apung (KJA) juga untuk mengurangi beban pencemaran danau dari ikan budidaya secara bertahap agar tidak melebihi daya dukung beban pencemaran,” kata Bupati Samosir Rapidin Simbolon, Selasa (28/8/2018).
Rapidin mengatakan, produksi ikan budidaya di Danau Toba saat ini mencapai 50.000 ton per tahun. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188.44/232/KPTS/2018 tentang Tim Koordinasi Daya Dukung Beban Pencemaran dan Daya Dukung Danau Toba untuk Budidaya Perikanan, produksi ikan budidaya di Danau Toba harus dikurangi menjadi 30.000 ton per tahun pada 2019 dan 10.000 ton pada 2023.
Rapidin mengatakan, pemerintah meminta agar petani dan perusahaan KJA yang beroperasi di Danau Toba, yakni PT Aquafarm Nusantara, berkomitmen mengurangi produksi demi menjaga lingkungan Danau Toba. Rapidin meminta agar PT Aquafarm berhenti beroperasi di Danau Toba saat izin berakhir tahun 2029.
Rapidin menjelaskan, kematian massal ikan menunjukkan KJA harus ditata ulang. Kematian massal ikan diduga karena turunnya kadar oksigen terlarut air. Penurunan kadar oksigen menunjukkan kualitas air sudah menurun dan zona itu tidak baik lagi untuk keramba.
Tidak layak
Rapidin mengatakan, KJA sebelumnya berada di zona yang tidak layak untuk budidaya ikan, yakni di perairan sedalam 10 meter. Petak KJA terletak kurang dari 50 meter dari tepi danau. Petani tidak membuat lorong-lorong memadai di antara KJA.
Menurut Rapidin, KJA dari Kelurahan Pintu Sona akan dipindahkan ke Desa Hutanamora dan Desa Rianiate. Sementara KJA dari Kelurahan Siogung-Ogung dan Desa Tanjung Bunga akan dipindahkan ke Desa Boho. ”Relokasi keramba paling lama dilakukan pada September,” kata Rapidin.
Di tempat baru, KJA akan ditaruh di perairan dengan kedalaman lebih dari 30 meter dan berjarak lebih dari 100 meter dari tepi danau. ”Ke depan, pemerintah akan mengatur tata letak, bentuk, lorong, dan kepadatan ikan dalam keramba,” katanya.
Pihaknya juga akan memungut pajak dan retribusi daerah dari hasil penjualan ikan. Selama ini, pemerintah belum mengutip pajak dan retribusi daerah dari penjualan ikan hasil KJA petani.
Bukti Naibaho, petani KJA di Kelurahan Pintu Sona, mengatakan, pada prinsipnya mereka menyetujui penataan ulang KJA di Danau Toba. Mereka juga menyetujui pemungutan pajak, relokasi, serta penataan letak dan kepadatan keramba. ”Kami meminta agar pemerintah melakukan penataan, bukan menerapkan zero KJA,” kata Bukti.
Menurut Bukti, pembayaran pajak sulit dilakukan karena petani KJA tidak mempunyai izin usaha. Di tempat itu juga tidak ada tempat pelelangan ikan.
Pemerhati lingkungan Danau Toba, Wilmar Simanjorang, mengatakan, kematian massal ikan di Danau Toba dalam beberapa tahun ini menunjukkan penurunan kualitas lingkungan Danau Toba. Wilmar menjelaskan, status trofik, yakni kualitas air danau berdasarkan kadar unsur hara dan kandungan biomassa fitoplankton atau produktivitasnya, Danau Toba menurun dari oligotrofik menjadi mesotrofik.
Pada danau dengan status kualitas air mesotrofik, kejernihan air sedang dan terdapat peluang kehabisan oksigen terlarut. Sementara danau berstatus oligotrofik, airnya jernih dan terdapat oksigen terlarut sepanjang tahun. (NSA)