Mengajak Lombok Bangkit Kembali
Tak berlama-lama terpuruk, warga Lombok beserta jajaran pemerintah dan organisasi swadaya masyarakat menggaungkan kebangkitan Lombok. Mereka mulai berjualan, menawarkan paket wisata, mengajak anak berkegiatan, dan membersihkan puing rumah.
Asap putih mengepul dari lapak penjual sate ikan di tepi Jalan Raya Tanjung, sekitar 500 meter selatan Lapangan Supersemar Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Selasa (28/8/2018) siang. Aroma ikan cakalang bercampur bumbu khas merebak di udara sehingga memikat mereka yang lewat.
Dibantu bibi, suami, dan mertua perempuannya, Suherni (34), pemilik lapak sate ikan dengan rasa gurih pedas itu, sibuk melayani pembeli yang terus datang. Ada pembeli yang minta dibungkus, ada yang memilih makan di tempat. ”Sebenarnya, ada beberapa anggota keluarga lain yang biasa membantu. Tetapi, karena gempa kemarin, mereka belum kembali,” kata Suherni.
Menurut Suherni, selama beberapa hari terakhir, ia bersama anggota keluarganya memutuskan kembali berjualan. Padahal, mereka masih trauma sejak gempa berkekuatan Magnitudo 6,4 mengguncang Lombok, Minggu (29/7), dilanjutkan gempa berkekuatan M 7,0 pada Minggu (5/8), M 6,2 pada Kamis (9/8), dan M 6,9 pada Minggu (19/8) . ”Kami harus berani dan bangkit lagi. Perut, kan, harus terus diisi,” katanya.
Suherni menuturkan, sebelum gempa, pedagang kuliner khas Lombok Utara di kawasan itu mencapai puluhan orang. Setelah gempa, ditambah berbagai isu tentang gempa susulan yang lebih besar dan ancaman tsunami, banyak yang mengungsi ke bukit. ”Hari ini saya tidak sendiri. Tadi pagi sudah ada lima pedagang lain yang berjualan. Semangatnya sama, mereka tak ingin larut dalam ketakutan,” ujar Suherni.
Perempuan itu optimistis, kondisi sepi tidak akan berlangsung lama. Menurut dia, dalam seminggu ke depan, pedagang-pedagang lain akan kembali berjualan.
Kepala Dusun Kandang Kaoq, Desa Tanjung, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, Mulyadi (37), Sabtu (25/8), mengumpulkan warga dan meminta mereka untuk bangkit. ”Jangan berlarut-larut dalam kesedihan dan tinggal di tenda,” ujarnya.
Suherni adalah salah satu warga yang merespons ajakan Mulyadi.
Mengajak warga untuk bangkit amat penting karena tidak mungkin terus bertahan dengan bantuan. ”Kalau tetap di tenda, kami tidak hanya akan jadi korban gempa, tetapi juga jadi korban penyakit,” kata Mulyadi.
Selain bangkit dengan beraktivitas seperti biasa, Mulyadi juga mengajak warga bergotong royong membersihkan puing reruntuhan rumah. Di dusun itu tercatat ada 300 rumah rusak, baik ringan, sedang, maupun berat akibat gempa.
Semangat untuk bangkit setelah gempa juga diperlihatkan warga Desa Kekait, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat. Ketua Relawan Desa Kekait Mutawib (36) mengatakan, setiap pagi, semua warga laki-laki diharuskan kembali ke rumah masing-masing untuk membersihkan puing bangunan. Agar lebih cepat, di setiap dusun, dibentuk tim penghancuran rumah yang sudah tidak bisa ditempati lagi.
”Sumbangan dari donatur pasti akan berhenti. Jadi, kami harus bangkit kembali dan mempersiapkan diri. Sejauh ini, dengan bantuan yang ada, urusan makan aman. Tetapi, kalau tidak bekerja, mau dapat uang untuk hidup dari mana,” kata Mutawib.
#LombokBangkit
Lewat gerakan #LombokBangkit, pengurus dan relawan Bale Anak Desa (BaleAde) yang merupakan wadah belajar tentang kreasi dan literasi di Dusun Medas Bedugul, Desa Taman Sari, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, mengajak masyarakat bangkit kembali.
Melibatkan anak-anak pengungsi dan warga, mereka mengadakan berbagai kegiatan untuk menyuarakan semangat #LombokBangkit. Kegiatan itu antara lain sablon gratis bertagar #LombokBangkit, mewarnai topeng, bernyanyi, dan bermain bersama.
”Ini bukan trauma healing. Kami tidak trauma. Ini mengajak adik-adik agar punya kegiatan dan tidak bengong di pengungsian. Orangtua mereka bisa terhibur dan semangat melihat anak mereka antusias,” kata inisiator BaleAde, Supardi.
Para pelaku industri pariwisata, mulai dari pengusaha perjalanan wisata, hotel, restoran, hingga operator wisata, ikut bergerak. Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia NTB, September, akan ke Malaysia dan Jakarta untuk promosi.
Sementara Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia NTB akan mendekati negara-negara yang loyal dengan wisata Lombok. Juga kota-kota di Indonesia yang memiliki penerbangan langsung ke Lombok.
Akbar Kautsar (29) dari Lombok Tropical Adventure mengatakan, saat ini, mereka sedang berjuang untuk bangkit dari kondisi terpuruk setelah gempa.
”Kami berupaya mengembalikan citra Lombok sebagai pulau wisata yang alamnya cantik dan memesona. Walau Lombok telah diguncang gempa besar, keindahan alamnya tetap terjaga. Lombok juga tidak hanya Gili dan Rinjani, tetapi masih banyak tempat indah lain yang bisa dikunjungi,” kata Akbar.
Ifan Abdillah (30) dari #Wonderfullombok yang menyediakan paket wisata menyelam optimistis Lombok bangkit kembali meski butuh waktu.
Upaya menggaungkan semangat untuk bangkit kembali juga datang dari pemerintah daerah. Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi saat memimpin apel bersama di Lapangan Pemenang Lombok Utara, Senin (27/8), mengatakan, gempa tidak akan melemahkan masyarakat dalam menghadapi bencana, tetapi justru menguatkan ketahanan terhadap bencana.
”Pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan segera membangun kembali NTB yang lebih baik. NTB memang rawan gempa. Itu sudah ada sejak terbentuknya bumi ini. Yang penting adalah bagaimana kita menjaga harmoni dengan alam,” kata Zainul Majdi.
Hingga saat ini, gempa Lombok mengakibatkan 555 orang meninggal, 1.416 orang luka-luka, 390.529 orang mengungsi, serta lebih dari 76.000 rumah, 1.200 fasilitas umum dan tempat ibadah rusak.
Menurut Zainul Majdi, sesuai Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Gempa Bumi di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Kota Mataram, dan Wilayah Terdampak di Provinsi NTB, Presiden Joko Widodo berharap pemerintah bisa cepat membangun kembali NTB.
Dalam inpres diberikan instruksi umum kepada 31 pejabat, termasuk di antaranya 19 menteri Kabinet Kerja. Dengan begitu, kementerian dan lembaga memiliki payung untuk penanganan dampak bencana gempa bumi di lapangan.
Waktu yang diberikan untuk membangun kembali rumah yang rusak adalah enam bulan, sedangkan fasilitas umum dan fasilitas sosial satu tahun.
”Jika lebih cepat selesai, lebih baik,” kata Zainul Majdi.
(ZAK/JUM/RUL)