Siswa Tak Punya Seragam
Kegiatan belajar-mengajar pada sekolah-sekolah di Lombok dimulai kembali. Tahap awal fokus pada pemulihan psikis siswa. Sebagian besar siswa tidak punya seragam dan alat tulis.
MATARAM, KOMPAS Kegiatan sekolah di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dimulai kembali setelah hampir tiga minggu terhenti akibat bencana gempa. Sejak Senin (27/8/2018), siswa-siswi di Lombok Barat, Lombok Timur, dan Lombok Utara masuk sekolah meskipun kegiatan belajar-mengajar belum efektif.
Pada hari pertama dan kedua sekolah ini, sebagian besar aktivitas fokus pada penyembuhan trauma anak. Semua kegiatan dilakukan di luar ruangan atau di tenda. Bangunan sekolah umumnya rusak sehingga tidak bisa digunakan. Sekolah darurat yang dibangun di beberapa tempat juga belum jadi.
”Kegiatan belajar-mengajar belum efektif. Minggu pertama sekolah, kami masih fokus pada penyembuhan trauma anak dengan kegiatan mengaji, membaca surat Yasin, dan membaca cerita,” kata Misbah, Kepala SD Negeri 2 Kekait, Lombok Barat, Selasa.
Pada minggu pertama sekolah, siswa kelas I-VI SDN 2 Kekait dikumpulkan di satu lokasi. Mereka duduk melantai beralaskan terpal di teras bangunan perpustakaan sekolah yang masih utuh. Mereka masuk pukul 07.30 Wita dan pulang pukul 09.30 Wita. Dalam kondisi normal, siswa pulang pukul 12.15 Wita.
Menurut Misbah, belum semua anak masuk sekolah karena sebagian anak dibawa orangtuanya mengungsi ke daerah lain. Selasa, anak yang masuk sekolah hanya sekitar 50 persen dari total 110 siswa. ”Dibanding hari sebelumnya, jumlah siswa yang masuk sedikit meningkat,” ujarnya.
Semua siswa SDN 2 Kekait masih tinggal di pengungsian bersama orangtuanya. Rumah mereka umumnya hancur. Pakaian seragam dan perlengkapan sekolah juga tertimbun reruntuhan bangunan. Mereka bersekolah tanpa seragam dan sepatu. Ada yang hanya mengenakan sarung.
Arya Juwandi Putra Pratama (8), siswa kelas II SDN 2 Kekait, senang bisa sekolah lagi. Saat kegiatan sekolah sudah usai, ia tetap bermain di halaman sekolah bersama beberapa temannya. ”Tadi sudah belajar membaca Yasin. Lebih enak main di sekolah, banyak teman. Kalau di tenda (pengungsian), enggak enak, panas,” ujar Arya.
Di Lombok Utara, Kepala Sekolah SDN 4 Tanjung Datu Atmawadi membenarkan kegiatan belajar-mengajar dimulai Senin. Namun, tak semua kelas masuk setiap hari. ”Senin kelas I-II, Selasa kelas III-IV, dan Rabu kelas V-VI. Itu diulang lagi pada Kamis, Jumat, dan Sabtu,” kata Datu Atmawadi.
Pengaturan itu karena keterbatasan tempat. Tenda yang digunakan hanya menampung dua kelas. Guru pun tidak semuanya masuk karena masih trauma.
”Sementara kami menggunakan satu papan untuk dua kelas. Siswa dan guru yang menggunakan pakaian bebas duduk lesehan dan hanya dipisah sedikit ruang kosong. Namun, kegiatan belajar-mengajar harus dimulai karena ini sudah Agustus. Jika mengacu pada kalender pendidikan, September sudah mulai ujian tengah semester, sementara siswa belum banyak belajar,” kata Datu.
Belum berani
Kondisi serupa juga terjadi di Lombok Timur. Menurut M Zohri, guru SMAN 1 Sembalun, kegiatan belajar-mengajar masih belum optimal karena kehadiran siswa masih minim. Dari total 201 siswa, yang hadir pada hari pertama sekolah baru sekitar 25 persen. Karena itu, aktivitas belajar yang dimulai pukul 07.30 Wita berakhir pukul 11.00 Wita.
Hari kedua sekolah, Selasa, kehadiran siswa SMAN 1 Sembalun mencapai 70 persen. Namun, kegiatan belajar-mengajar berakhir lebih cepat dari hari pertama. Hal itu karena adanya gempa berkekuatan Magnitudo 4,1 yang dirasakan guru dan siswa.
”Gempa susulan yang nyaris tak pernah berhenti membuat sebagian siswa belum berani masuk sekolah. Bahkan, wali murid melarang anak-anaknya sekolah sebelum kondisi dinyatakan aman oleh BMKG,” kata Zohri.
Sama seperti di sekolah lain, kegiatan belajar-mengajar di SMAN 1 Sembalun juga dilakukan di luar ruangan. Siswa dan guru tidak berani masuk ke ruang kelas karena bangunannya retak-retak. Kegiatan belajar-mengajar dilakukan di tenda, di bawah pohon, dan di tempat terbuka lainnya. Di situ pula siswa mendapat kegiatan pemulihan psikis (trauma healing).
Pelaksana Harian Kepala Dinas Pendidikan NTB Sukran menjelaskan, sejak Kamis pekan lalu, sekolah-sekolah disarankan mulai melakukan kegiatan belajar-mengajar. Namun, sebagian besar baru dilaksanakan pada Senin. Pada tahap awal diisi bimbingan psikologis setelah bencana. ”Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar tetap menyesuaikan dengan kondisi sekolah,” ujarnya. (RUL/ZAK/JUM)