SURABAYA, KOMPAS — Penetrasi ke dunia digital kian tak terelakkan di era sekarang, bahkan untuk kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah. Dari 50 juta UMKM secara nasional, hanya sekitar 20 persen yang sudah memiliki alamat web. Alamat digital, tampilan web meski sederhana, dan aneka identitas bisnis yang disesuaikan dengan gaya hidup digital konsumen yang disasar dengan demikian telah menjadi prasyarat bisnis UMKM, selain kualitas produknya.
Demikian yang mengemuka dari kunjungan Google ke sejumlah usaha kecil di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (30/8/2018). Jason Tedjasukmana, Manajer Komunikasi Google, mengatakan, Google sejak 2015 telah menyodorkan aneka dukungan berbasis mesin pencari Google bagi UMKM dunia, termasuk Indonesia. Semuanya tanpa bayaran atau gratis, di antaranya melalui Google My Business atau Google Bisnisku.
Mesin pencari dalam Google yang bisa melacak melalui sistem indeks untuk menemukan sebuah nama bisnis berbasis algoritma pencarian dalam Google bisa membuat sebuah merek bisnis menonjol di antara jutaan bisnis di dunia. Sudah ada sekitar 1 juta bisnis UMKM yang tergabung dalam Google My Business di Indonesia dan harapannya bisa semunya masuk Google sehingga bisa menikmati lompatan pemasaran melalui berbagai teknis dan layanan mesin pencari.
”Pengguna Google Bisnisku cukup mengisi semacam formulir di Google untuk mengklaim bisnisnya, hanya sekitar 10 menit, termasuk meletakkan ikon bisnis di Google Peta dan menambahkan informasi lain serta gambar-gambar. Maka, bisnis UMKM tersebut sudah akan tertayang di mesin pencari,” kata Jason.
Riski Hapsari (35), pemilik bisnis produksi manik-manik dan kalung, warga Surabaya, mengatakan mendapat sukses pemasaran dari hobinya membuat manik-manik kalung dengan Google Bisnisku.
”Saya buta sama sekali dengan Google dan web. Namun, anak saya yang waktu itu masih berumur sembilan tahun malah bisa menunjukkan kepada saya bagaimana caranya memasang bisnis kita di Google,” katanya.
Dari semula hanya membuka layanan memperbaiki kalung manik-manik yang rusak atau putus bagi ibu-ibu penggemar manik-manik, Riski bisa membuka produksi kalung manik-manik dari batu-batuan Pacitan, membuka kursus pembuatan manik-manik, dan membuka lapangan kerja. Bahkan, ia memutuskan keluar dari perusahaan perbankan yang ia urus. Ia juga diundang Pemerintah Pakistan pada 2017 untuk pameran karena banyak penggemarnya di sana. Kini, ia rutin pula mengirimkan produk ke Malaysia, selain ke seluruh Indonesia.
Produknya di bawah bendera Koleksikikie masuk dalam mesin pencari Google dalam Google Bisnisku hingga ia bisa bergabung dalam kegiatan pendidikan semacam kursus pemasaran digital Gapura Digital yang juga diinisiasi Google.
Prisa Kandora (32), pemilik bisnis baju muslim pasangan ibu dan anak, menemukan fokus bisnis menjahit setelah ikut Google Bisnisku. Menurut dia, di komunitas kelompok bisnis daring Google Bisnisku, ia menemukan teknik penyempitan mesin pencari. ”Maksudnya supaya pencari baju muslim pasangan ibu dan anak bisa langsung menemukan bisnis saya. Merek saya muncul di baris nomor satu di mesin pencari, yaitu Fifta Collection. Melalui informasi statistik pengunjung, saya bisa menemukan bahwa penggemar saya dari kota tertentu, yaitu Makassar, sehingga saya kemudian berusaha mempelajari karakter warga Makassar dalam berbusana muslim,” ujar Prisa.
Hal yang sama juga dialami Felix, pemimpin bisnis Es Krim Zangrandi, yang kini telah menjadi ikon kuliner Surabaya. Bersamaan dengan pembenahan manajemen setelah bisnis berpindah dari orangtua, Felix mengelola es Zangrandi yang lahir sejak 1930. ”Pengunjung kami malah kemudian yang meramaikan halaman Google Bisnisku di Google dengan foto-foto selfie dan ulasan. Ada 3.000 ulasan tentang Zangrandi sehingga bisnis kami kini menjadi kunjungan yang sering dipamerkan pengunjung luar kota dan luar negeri yang datang ke Surabaya. Ini antara lain karena Zangrandi kini telah menjadi lokasi cagar budaya bangunan lama di Surabaya yang dilindungi Pemerintah Kota Surabaya,” tuturnya.