JAMBI, KOMPAS - Masyarakat yang lahannya masuk wilayah kerja dua perusahaan hutan tanaman industri di Kabupaten Tebo resah. Dalam sepekan terakhir, petugas keamanan perusahaan minta warga angkat kaki.
Hal itu terjadi di kawasan hutan tanaman industri (HTI) karet yang dikelola PT Lestari Alam Jaya (LAJ) dan PT Wanamukti Wisesa, Kabupaten Tebo, Jambi. ”Sepekan ini banyak warga diminta meninggalkan lahan,” ujar Syaharudin, Kepala Desa Pemayungan, Kecamatan Sumay, Tebo, Kamis (30/8/2018).
Luas areal konsesi dua perusahaan itu 70.000 hektar. Sebagian digarap petani sejak 2010. Menurut pendamping warga, Abdul Aziz, ada warga yang didatangi malam hari dan diminta meninggalkan lokasi sehingga terjadi keresahan.
Kedua perusahaan merupakan anak usaha PT Royal Lestari Utama, kerja sama antara Barito Pasific Group (Indonesia) dan Michelin Group (perusahaan ban Perancis).
Menurut Syaharudin, 300 hektar lahan yang digarap warga diambil perusahaan. Lahan itu berupa kebun sawit, karet, dan jengkol. Ia mengakui, ada surat dari perusahaan yang minta warga menyerahkan lahan di areal kerja perusahaan dengan pemberian tali asih.
Seorang warga, Bujang Kabut, menuturkan, lahan garapannya 30 hektar diminta perusahaan dengan janji tali asih Rp 80 juta. Namun, ia baru menerima Rp 15 juta.
Sebelumnya, kawasan itu dikelola masyarakat, termasuk komunitas Orang Rimba. Setelah perusahaan mengantongi izin konsesi HTI, terjadi konflik lahan. Untuk mengatasi, disepakati bahwa masyarakat dapat mengelola sejumlah lahan dalam skema perhutanan sosial. Proses akan diawali dengan identifikasi dan verifikasi di lapangan oleh tim resolusi konflik. Tim terdiri dari unsur pemerintah, perusahaan, lembaga adat, dan warga.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Erizal mengatakan, pihaknya baru tahu masalah penertiban setelah warga mengadu pada Rabu sore.
”Saya minta agar distop dulu, biarkan tim resolusi konflik yang tengah menyusun rancangan kerja menyelesaikan konflik lahan tersebut,” katanya.
Sustainability General Manager PT LAJ Yasmine Sagita mengatakan, sebelum mengirim surat ke masyarakat terkait pengembalian lahan, pihaknya telah melakukan identifikasi, diskusi, dan sosialisasi mengenai rencana pengembangan HTI ke masyarakat, termasuk di Desa Pemayungan. Prosesnya melibatkan elemen warga, pemerintah, lembaga adat, dan LSM. Pengembalian lahan juga telah melalui dialog dan kesepakatan bersama. (ITA)