BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Kekeringan masih melanda sejumlah sentra padi di Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung Timur, Lampung. Kondisi itu membuat sejumlah petani beralih dari tanaman padi ke tanaman jagung.
Tatang selaku Ketua Kelompok Tani Tirto Makmur Desa Tanjung Tirto, Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur, mengatakan, tidak semua petani di desanya menanam padi pada musim gadu tahun ini. Dari 360 hektar sawah di desanya, sekitar 200 hektar ditanami padi.
”Sebagian petani tidak menanam padi karena tidak kebagian air dari saluran irigasi. Ada yang beralih ke tanaman jagung, ada yang memilih tidak tanam,” kata Tatang dihubungi dari Bandar Lampung, Jumat (31/8/2018).
Debit air yang terus berkurang menjelang kemarau membuat sebagian area sawah yang jauh dari irigasi kekurangan pasokan. Itu membuat petani beralih menanam jagung karena tanaman jenis itu tidak membutuhkan banyak air. Petani yakin tanaman jagung masih bisa bertahan hingga musim panen saat kemarau.
Saat ini, kata Tatang, petani memang masih mendapat jatah air dari irigasi setiap hari. Namun, jika kemarau semakin parah, petani biasanya hanya mendapat jatah air dari saluran irigasi dua kali setiap minggu.
Selain pasokan air yang berkurang, petani juga diresahkan dengan hama wereng dan tikus. Padahal, tanaman padi berusia 50-60 hari sudah mulai berbuah. ”Kami sudah bergotong royong menangkap tikus di sawah, tetapi tikus masih banyak,” katanya.
Serangan hama wereng yang semakin meluas juga membuat petani harus menambah biaya operasional untuk membeli pestisida. Untuk setiap hektar sawah, biaya tambahan yang harus dikeluarkan berkisar Rp 200.000 hingga Rp 300.000.
Pada musim gadu tahun ini, hasil panen diperkirakan hanya 4 ton per hektar. Jumlah itu berkurang separuhnya dibandingkan musim rendeng yang bisa mencapai 7-8 ton per hektar.
Asmarani, salah satu pengepul padi di Kabupaten Lampung Timur, mengatakan, saat ini harga gabah kering giling berkisar Rp 5.000 hingga Rp 5.200 per kilogram. Harga itu naik dibandingkan dua bulan lalu, yakni Rp 4.500 per kilogram.
Di Jawa Tengah, kekeringan juga melanda sejumlah wilayah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Temanggung menambah persediaan air bersih 600 tangki. Selain karena stok air menipis, tambahan itu mengantisipasi lonjakan permintaan air bersih akibat kemarau yang diprediksi panjang.
”Dengan tambahan 600 tangki ini, setidaknya kami berupaya menjaga kecukupan stok air bersih hingga akhir Oktober atau awal November,” ujar Pelaksana Tugas Kepala BPBD Kabupaten Temanggung Gito Walngadi. Pengadaan 600 tangki dibiayai APBD Perubahan 2018 senilai Rp 150 juta.
Sebelumnya, persediaan 450 tangki air bersih untuk musim kemarau sudah habis terdistribusi ke daerah kekeringan sejak Sabtu (11/8). Setelah itu, dua minggu lebih penyaluran bantuan air bersih mengandalkan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari sejumlah perusahaan. Saat ini, stok air dari CSR tersisa 220 tangki.
Gito khawatir musim kemarau melebihi prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang menyatakan kemarau akan berakhir pada Oktober mendatang. Kekhawatiran pun makin bertambah karena kekeringan dan krisis air bersih terus meluas. Melihat kekeringan dan krisis air bersih yang terus meluas, kondisi kekeringan tahun ini dikhawatirkan akan sama dengan tahun 2015. Saat itu, krisis air bersih menimpa sekitar 80 dusun di 22 desa di 11 kecamatan. (VIO/EGI)