BANDA ACEH, KOMPAS - Satwa lindung orangutan sumatera (Pongo abelii) di kawasan gambut Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh, kian terdesak oleh perkebunan sawit. Pada 1990, jumlah orangutan di kawasan itu tercatat mencapai 3.000 ekor, tetapi pada 2018 atau 28 tahun kemudian jumlah yang tersisa tinggal 150 ekor.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo, Minggu (2/9/2018), di Banda Aceh, mengatakan, saat ini orangutan terisolasi di area perkebunan sawit. Jika Rawa Tripa tidak dipulihkan, orangutan di kawasan itu terancam punah.
Kasus individu yang terdesak terbaru terjadi di area sawit di Desa Blang Mei, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya. Orangutan berjenis kelamin jantan berusia 35 tahun itu dievakuasi tim dari Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), BKSDA Aceh, dan Sumatran Orangutan Conservation Program (SOCP). Evakuasi dilakukan Kamis (30/8).
Saat ditemukan, lanjut Sapto, orangutan itu terlihat dalam keadaan tertekan. Namun, kondisi kesehatannya cukup baik. Orangutan tersebut lalu diberi nama M (Mawas) Salah, terinspirasi dari nama pemain sepak bola Mesir, Mohammed Salah. Orangutan ini lalu dilepasliarkan ke kawasan Cagar Alam Jantho, Aceh Besar, Jumat lalu. ”Orangutan itu terisolasi di sebuah hutan kecil dan sempit yang dikelilingi oleh kelapa sawit sehingga harus dievakuasi agar tidak mati,” kata Sapto.
Sapto mengatakan, populasi orangutan di Rawa Gambut Tripa menurun cukup tajam. Pada 1990 tercatat jumlahnya mencapai 3.000 ekor, kemudian turun menjadi 300 ekor pada 2012. Tahun 2018 diperkirakan jumlah orangutan yang tersisa di Rawa Gambut Tripa tinggal 150 ekor. Penurunan itu seiring masifnya alih fungsi lahan gambut menjadi perkebunan sawit di kawasan tersebut sejak 1990-an hingga kini.
Menurut Sapto, Rawa Gambut Tripa yang masih tersisa harus segera dipulihkan agar bisa menjadi habitat orangutan. ”Kalau Rawa Tripa tidak diselamatkan, orangutan di sana tinggal menunggu waktu akan punah,” ujar Sapto.
Sulit bertahan
Direktur SOCP Ian Singleton menuturkan, M Salah terpaksa direlokasi ke Cagar Alam Jantho lantaran dia semakin sulit bertahan di lokasi semula karena ketersediaan makanan kian menipis. Beberapa kali orangutan itu masuk ke kawasan warga mencari makanan. Relokasi menjadi jalan terbaik untuk menyelamatkan orangutan tersebut. ”Sebenarnya kami sedih jika harus menangkap orangutan liar dan memisahkan dari habitat aslinya. Tetapi, habitat aslinya sudah dimusnahkan, tidak ada pilihan lain selain menyelamatkan ke tempat yang lebih aman,” ujar Ian.
Di Cagar Alam Jantho, M Salah memiliki kesempatan bertahan hidup dan tetap berkontribusi terhadap generasi orangutan sumatera. Saat ini ada 100 individu orangutan yang dilepasliarkan ke Cagar Alam Jantho.
Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur menuturkan, pemerintah daerah belum serius menyelamatkan kawasan lindung gambut Rawa Tripa. Bahkan, bekas yang dirambah oleh perusahaan sawit seluas 1.600 hektar pun belum dipulihkan. Justru kawasan tersebut kini menjadi sasaran perambahan warga. (AIN)