SURABAYA, KOMPAS - Majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menolak gugatan secara kelompok (class action) yang dilayangkan 12 warga eks lokalisasi Dolly-Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Kepala Satuan Pamong Praja Kota Surabaya Irvan Widyanto. Hakim menilai gugatan yang menuntut ganti rugi Rp 270 miliar itu tidak memenuhi persyaratan.
”Gugatan tidak memenuhi persyaratan class action. Oleh karena itu harus dinyatakan tidak sah sebagai gugatan class action,” kata Ketua Majelis Hakim Dwi Winarko saat pembacaan putusan sela di PN Surabaya, Jawa Timur, Senin (3/9/2018).
Gugatan dilayangkan sejumlah warga eks lokalisasi Dolly, Jumat (29/6). Mereka menilai, penutupan lokalisasi Dolly pada 27 Juli 2014 mengakibatkan warga yang bekerja bukan sebagai pekerja seks komersial, seperti pengusaha karaoke, pedagang kaki lima, dan juru parkir, kehilangan mata pencarian. Ke-12 warga itu meminta ganti rugi materiil Rp 270 miliar.
”Kami tidak ingin Dolly kembali menjadi lokalisasi, tetapi warga terdampak harus kembali mendapatkan mata pencarian,” kata Saputro, Ketua Sentra Informasi Front Pekerja Lokalisasi dan Komunitas Pemuda Independen, salah satu yang mengajukan gugatan.
Hakim menilai, tuntutan ganti rugi harus dikemukakan secara terinci yang memuat mekanisme pendistribusian ganti rugi kepada semua anggota kelompok. Selain itu, gugatan seharusnya dilayangkan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) karena terkait konflik antara pemerintah dan masyarakat. Sebab, penggugat berdalil menjadi korban kebijakan pemerintah dalam penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara tersebut.
”Putusan hakim sudah tepat karena memang tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang class action,” kata kuasa hukum Pemkot Surabaya, Muhammad Fajar Hanani.
Penasihat hukum penggugat, Nain Suryono, menilai, pihaknya sudah memenuhi syarat untuk mengajukan gugatan class action. Mereka akan mengajukan kasasi.
”Perkara ini tidak mungkin dibawa ke PTUN karena kebijakan dikeluarkan pada 2014. Untuk mengajukan gugatan ke PTUN ada tenggang waktu selama 90 hari setelah kebijakan dikeluarkan,” ujar Suryono.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, Pemkot Surabaya memberikan pelatihan ekonomi kepada warga di eks lokalisasi Dolly. Sejumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di Dolly mulai tumbuh, seperti batik Dolly, alas kaki, dan makanan. ”Produk UKM eks lokalisasi Dolly bisa dijumpai di Dolly Saiki Point,” kata Risma.
Bahkan, anak-anak di eks lokalisasi Dolly diprioritaskan mendapatkan program beasiswa pendidikan dibandingkan wilayah lain. (SYA)