Amanat 5 September 1945, Titik Awal Keistimewaan Yogyakarta
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Dikeluarkannya naskah ”Amanat 5 September 1945” menjadi titik awal disebutkannya Yogyakarta sebagai daerah istimewa. Peristiwa itu sekaligus memiliki arti penting bagi Indonesia karena menjadi salah satu tonggak sejarah yang membuat negara ini bisa terus bertahan hingga sekarang.
Hal tersebut terungkap dalam Sarasehan Peringatan ”Amanat 5 September 1945” yang digelar Sekretariat Bersama Keistimewaan di Kampoeng Matraman, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (5/9/2018) malam.
Djoko Suryo, Guru Besar Sejarah dari Universitas Gadjah Mada, menyampaikan, peristiwa dikeluarkannya naskah amanat itu merupakan cikal bakal keistimewaan Yogyakarta. Dalam naskah itu, Yogyakarta, atau Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, menyatakan untuk bergabung sebagai bagian dari Indonesia. Yogyakarta disebut pula sebagai daerah istimewa karena memiliki sistem pemerintahan berupa kerajaan.
”Kepala daerah di Yogyakarta juga mendapatkan kewenangan mengatur pemerintahannya sendiri. Hubungan Yogyakarta langsung dengan pihak pemerintah pusat,” kata Djoko.
Di Yogyakarta, pemerintahan terdiri atas dua kerajaan, yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. Kesultanan Ngayogyakarta dipimpin Sultan Hamengku Buwono IX, sedangkan Kadipaten Pakualaman dipimpin Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam VIII.
”Saat itu, kondisinya sangat kritis. Indonesia baru saja menyatakan proklamasi kemerdekaan, sedangkan Jepang baru saja menyerah dari sekutu. Ada kekosongan kekuasaan yang berusaha dimanfaatkan pihak sekutu. Begitu pula Belanda yang tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 1945, dan ingin menduduki kembali negara ini,” kata Djoko.
Sementara itu, lanjut Djoko, Yogyakarta dengan dua kerajaannya yang pemerintahannya sudah berjalan jauh lebih lama mampu memperkuat posisi Indonesia yang wilayahnya masih terus diperebutkan. Yogyakarta ikut meneguhkan kekuasaan dan keberadaan Indonesia sebagai sebuah negara baru dengan mengambil alih kantor-kantor yang sebelumnya dikuasai penjajah.
”Tanpa usaha itu, Indonesia dengan berbagai keterbatasannya bisa langsung jatuh kembali ke tangan penjajah. Pengambilalihan kantor-kantor yang diduduki penjajah itu menunjukkan keberadaan negara Indonesia,” kata Djoko.
Djoko menyampaikan, dengan segala perjuangan itu, Yogyakarta memiliki peranan penting dalam peneguhan kemerdekaan Indonesia. Sebab, baik Kesultanan Ngayogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman, yang secara pemerintahan sudah mapan dan nyaman, lebih memilih berjuang bersama republik dan menyatakan diri sebagai bagian dari Indonesia.
Terkait dengan hal itu, Ketua Sekretariat Bersama Keistimewaan Widihasto Wasana Putra menyatakan, hari-hari bersejarah seperti ini merupakan suatu hal penting. Hal itu untuk menguatkan semangat nasionalisme dan mengingatkan kepada generasi muda bahwa kemerdekaan Indonesia tidak dicapai dengan cara yang mudah.
”Ini menjadi upaya untuk merevitalisasi visi kebangsaan dari setiap generasi muda. Ini menjadi relevan dengan adanya gempuran ideologi-ideologi asing yang berusaha memecah belah,” kata Widihasto.