BANDAR LAMPUNG, KOMPAS Kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung masih menjadi incaran para pembalak liar. Selain terorganisasi, para pelaku diduga juga mempunyai mata-mata sehingga mereka kerap mampu melarikan diri saat hendak ditangkap petugas.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Pematang Neba, Dedi Junaedi, mengatakan, para pembalak liar mengincar kayu sonokeling (Dalbergia latifolia). Pembalak kerap masuk ke dalam hutan secara berkelompok pada malam hari menggunakan sepeda motor.
”Kami memperkirakan sudah ada lebih dari 100 kubik kayu sonokeling yang ditebang para pembalak. Meski sudah ada yang tertangkap, mereka tidak jera,” kata Dedi saat dihubungi Kompas dari Bandar Lampung, Rabu (5/9/2018).
Dalam satu tahun terakhir, kata dia, sudah ada tujuh kasus pembalakan liar di Kawasan KPHL Pematang Neba yang terungkap. Para penebang kayu atau eksekutor di lapangan umumnya merupakan warga dari luar kawasan.
Kasus terakhir, aparat Kepolisian Resor Kabupaten Pesawaran meringkus tiga tersangka pembalakan liar, dua pekan lalu. Para tersangka ditangkap di jalan Desa Kubu Batu, Kecamatan Way Khilau, Pesawaran, saat mengangkut ratusan batang kayu gelondongan jenis sonokeling.
Ketiga tersangka yang diringkus adalah MA, NA, dan TI. Dua tersangka, yakni MA dan NA, merupakan warga Kabupaten Pesawaran. Adapun TI merupakan warga Kota Bandar Lampung.
Kepala Polres Pesawaran Ajun Komisaris Besar Syaiful Wahyudi mengatakan, kasus pembalakan liar tersebut terungkap atas informasi dari masyarakat. Dari para tersangka, polisi menyita barang bukti kayu sonokeling berbagai ukuran sebanyak 272 batang dan mobil yang digunakan untuk mengangkut kayu ilegal. Kayu-kayu tersebut diduga ditebang dari dalam kawasan Register 21 KPH Lindung Pematang Neba.
”Para tersangka merupakan jaringan dan telah melakukan penebangan kayu secara ilegal lebih dari satu kali,” kata Syaiful.
Ke Jawa Tengah
Saat ini, aparat Polres Pesawaran masih terus menyelidiki kasus itu. Diduga, kayu akan dijual ke Jawa Tengah.
Kayu sonokeling bernilai ekonomi tinggi karena keras, bertekstur indah, tahan rayap, serta bagus untuk bangunan, mebel, dan lantai. Kayu ini juga dikenal sebagai indian rosewood, east indian rosewood, atau java palisander.
Dedi menambahkan, minimnya petugas pengamanan hutan di kawasan KPHL Pematang Neba membuat para pembalak masih tetap nekat masuk ke dalam kawasan. Saat ini hanya terdapat enam petugas untuk menjaga hutan seluas 32.700 hektar.
Kondisi itu membuat petugas pengamanan hutan kewalahan saat berpatroli di sejumlah titik rawan. Petugas kerap kecolongan karena jumlah pembalak lebih banyak.
Selama ini pihaknya memang telah bermitra dengan 110 warga yang bermukim di sekitar kawasan hutan. Selain itu, sudah ada sekitar 10.000 kepala keluarga yang telah mendapat izin mengelola hutan. Para warga itu