BANDA ACEH, KOMPAS - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh merekomendasikan agar panitia pembebasan lahan ruas tol Banda Aceh-Sigli merevisi ulang nilai ganti rugi tanah di Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Nilai ganti rugi lahan dianggap merugikan warga karena lebih rendah dari harga pasaran.
Rekomendasi itu muncul dalam rapat dengar pendapat terkait polemik penolakan harga ganti rugi lahan untuk jalan tol di Gedung DPRA di Banda Aceh, Kamis (6/9/2018). Rapat dihadiri anggota DPRA, perwakilan warga, dan panitia pembebasan lahan. Perwakilan warga, Teuku Sulaiman, menuturkan, proses penentuan nilai lahan warga dilakukan secara tertutup oleh tim dari kantor jasa penilai publik (KJPP). Warga tidak diberi kesempatan menyampaikan aspirasi terkait nilai lahan. Warga hanya diberi tahu ketika nilai sudah ditentukan tim penilai.
Penilaian ganti rugi lahan di Kecamatan Blang Bintang dilakukan KJPP Muttaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun (MBPRU). ”Tiba-tiba kami disodori formulir dengan nilai yang sudah ditentukan. Kami diminta tanda tangan setuju atau tidak. Jika tidak setuju, kami diminta gugat ke pengadilan,” kata Sulaiman.
Abaikan harga pasar
Dia menilai penentuan harga lahan mengabaikan harga pasaran yang berlaku di masyarakat. Pada 2010, warga menjual lahan untuk pembangunan SMK Penerbangan seharga Rp 72.000 per meter persegi. Pada 2013 warga menjual lahan kepada Pemerintah Provinsi Aceh yang kemudian dihibahkan untuk TNI AU seharga Rp 130.000 per meter persegi. Namun, KJPP MBPRU menilai lahan yang bersisian dengan lahan yang dibeli SMK Penerbangan dan Pemprov Aceh dengan nilai lebih rendah, yakni Rp 40.000-Rp 80.000. Biasanya harga tanah setiap tahun naik. Ini, kok, malah turun jauh dari harga pasaran,” kata Sulaiman.
Warga telah menyerahkan bukti harga jual beli yang dilakukan pada 2010 dan 2013. Namun, tim penilai tidak menjadikan dokumen itu sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan harga. Bahkan, ada lahan sawah produktif hanya dihargai Rp 30.000 per meter persegi.
”Kami minta penentuan harga dimusyawarahkan lagi. Warga mendukung pembangunan jalan tol, tetapi kebijakan jangan merugikan warga,” ujar Sulaiman.
Ketua Komisi I DPRA Azhari mengingatkan, kerelaan warga melepaskan tanahnya harus dihargai dengan pantas. Karena itu, perlu musyawarah lagi dalam menentukan nilai ganti rugi agar tidak ada pihak yang dirugikan. ”Saya menilai ada kesalahan prosedur dalam menentukan nilai. Perlu dimusyawarahkan kembali agar ganti rugi tidak membuat warga rugi,” kata Azhari.
Anggota tim KJPP MBPRU, Kokoh Pribadi, mengatakan, pihaknya bekerja profesional tanpa intervensi pihak mana pun. Penentuan harga tanah dengan mempertimbangkan strategis tidaknya letak lahan dan seberapa produktif lahan itu. Dia mengakui, harga jual beli lahan yang berlangsung pada warga tak menjadi pertimbangan.
Pejabat Pembuat Komitmen Jalan Tol Banda Aceh-Sigli, Alfisyah, mengatakan, revisi harga tidak bisa dilakukan sebab sudah diputuskan. Pihaknya akan bermusyawarah dengan warga agar bersedia menerima putusan KJPP. (AIN)