MAUMERE, KOMPAS - Upaya penanggulangan rabies di kawasan Flores-Lembata, Nusa Tenggara Timur, perlu dukungan dana dari APBD. Penanggulangan kurang optimal jika hanya mengandalkan bantuan pemerintah pusat.
Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fadjar Sumping Tjatur Rasa menekankan hal ini dalam rapat koordinasi dengan jajaran Dinas Pertanian Kabupaten Sikka, Dinas Kesehatan Sikka, serta Dinas Peternakan NTT di Sikka, Flores, NTT, Kamis (6/9/2018).
”Bantuan dari pusat sifatnya hanya pengungkit. Pemda di NTT tak bisa mengandalkan sepenuhnya pengadaan vaksin antirabies (VAR) dan biaya operasional vaksinasi dari pusat. Pemerintah pusat harus membantu kabupaten dan provinsi lain,” tutur Fadjar.
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, ada 750 kasus gigitan anjing sepanjang Januari-Juli 2018. Satu warga yang digigit pada Mei meninggal, yakni Euprasia L Glelo (5,5), warga Desa Baumekot, Kecamatan Hewokloang, Sabtu (1/9).
Fadjar mengatakan, pada 2018 pusat mengalokasikan 250.000 dosis vaksin senilai Rp 3 miliar untuk penanggulangan rabies di Flores-Lembata.
”Hitungan itu untuk 70 persen dari total populasi anjing yang sekitar 350.000 ekor. Secara teknis, dengan jumlah itu dapat terbentuk kekebalan kelompok. Anjing yang tidak tervaksinasi ikut terlindungi,” ujarnya.
Fadjar mengatakan, pemda di NTT perlu mendukung bukan hanya dalam pengadaan vaksin, melainkan juga biaya operasional untuk tenaga vaksinator.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan NTT Yosef Dandut mengatakan, upaya vaksinasi mengalami kendala karena dari alokasi bantuan VAR 250.000 dosis semula diiringi bantuan operasional bagi tenaga vaksinator Rp 1,8 miliar. Dalam perjalanan waktu, anggaran dipotong lebih dari 50 persen. ”Bantuan pusat untuk biaya operasional vaksinator akhirnya sekitar Rp 562 juta,” ucap Yosef.
Fadjar menjelaskan, pemotongan karena Kementerian Pertanian melakukan pergeseran fokus program pembangunan.
Menurut Yosef, tahun ini Pemprov NTT tidak mengalokasikan anggaran dari APBD untuk pengadaan VAR, ataupun biaya operasional. ”Ada prioritas lain, yakni penanggulangan penyakit hewan lain, seperti penyakit sampar babi (hog cholera) 30.000 dosis dan pengadaan vaksin untuk penyakit ngorok pada sapi atau kerbau 50.000 dosis,” ujar Yosef.
Kepala Dinas Pertanian Sikka Hengki Sali mengatakan, pihaknya melalui perubahan APBD akan mengusulkan anggaran Rp 60 juta untuk operasional vaksinasi 8.000 anjing. (SEM)