SEMARANG, KOMPAS - Impor bahan baku industri di Jawa Tengah meningkat hingga 44,14 persen dalam setahun terakhir. Kondisi tersebut membebani pelaku industri di tengah pelemahan rupiah terhadap dollar AS. Namun, hal itu tidak bisa dihindari akibat keterbatasan bahan baku lokal.
Data Badan Pusat Statistik Jawa Tengah mencatat, impor kumulatif periode Januari-Juli 2018 mencapai 8.187,28 juta dollar AS atau naik 44,14 persen dibandingkan periode sama Januari-Juli 2017 sebesar 5.680,06 juta dollar AS. Adapun nilai impor bulan Juli 2018 sebesar 1.309,82 juta dollar AS atau naik 36,7 persen dibandingkan Juni 2018 sebesar 958,2 juta dollar AS.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi, Minggu (9/9/2018), di Semarang, mengatakan, impor bahan baku tidak bisa dihindari karena ketiadaan pasokan bahan lokal. Peningkatan impor dialami oleh semua kalangan industri, mulai dari kimia, makanan dan minuman, baja, hingga manufaktur.
Peningkatan impor dialami oleh semua kalangan industri, mulai dari kimia, makanan dan minuman, baja, hingga manufaktur.
”Bahkan, garam untuk industri saja juga impor. Garam dalam negeri belum memenuhi standar kualifikasi. Itu memaksa kebutuhan garam bagi industri juga harus impor,” ujarnya.
Apindo, lanjut Frans, kerap mendapat keluhan dari rekanan produsen garam yang bermitra dengan produsen garam rakyat di Demak, Rembang, dan Pati. Mereka menyampaikan supaya saat nilai rupiah anjlok, industri garam mengambil garam produksi rakyat.
Namun, hal itu tidak bisa dilakukan karena industri memerlukan garam yang komposisi dan kadarnya belum bisa terpenuhi garam rakyat.
Secara terpisah, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, barang impor yang masuk bukan hanya bahan industri, melainkan juga barang konsumsi. Salah satu penyebab peningkatan impor bahan baku adalah tumbuhnya investasi, terutama dari luar negeri, ke provinsi ini.
”Banyak kalangan industri pindah ke Jawa Tengah, tidak hanya dari provinsi lain, tetapi juga industri baru yang pemodalnya dari luar negeri. Tentu saja belanja modal mereka tinggi juga. Belum lagi mesin-mesin mereka juga mesti didatangkan dari negara lain. Tidak bisa didapat atau dibuat di sini. Tentu saja hal itu memicu besarnya nilai impor,” ujar Ganjar.
Dia mengatakan, ada hal positif dan negatif terkait dengan masuknya investasi luar negeri ke Jateng. Hal positifnya, investasi memiliki dampak ikutan menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup tinggi. (WHO)