PALU, KOMPAS Benda-benda peninggalan budaya megalitikum di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, rentan dicuri oleh pemburu atau kolektor seni pasar gelap. Apalagi, pengamanan benda-benda purbakala tersebut sejauh ini masih longgar.
Kepala Unit Perlindungan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo Romi Hidayat, dihubungi dari Palu, Sulteng, Selasa (11/9/2018), mengatakan, ada kolektor menawar sebuah arca seharga Rp 800 juta, minggu lalu. Arca itu terletak di Desa Rompo, Kecamatan Lore Tengah, Poso.
”Namun, juru pelihara cagar budaya menolak. Karena ditolak, ada usaha mencuri arca itu dengan mendorongnya ke jurang untuk diambil secara diam-diam,” kata Romi. BPCB Gorontalo bertanggung jawab atas benda cagar budaya di Sulteng, Gorontalo, dan Sulawesi Utara.
Romi menjelaskan, pengincar arca itu dipastikan kolektor benda-benda seni dan budaya karena merujuk pada nilai tawaran mencapai Rp 800 juta. Hanya kolektor atau orang yang berkecimpung dalam benda-benda seni dan budaya yang bisa menaksir nilai benda tersebut.
Kasus itu tengah diselidiki oleh Kepolisian Sektor Lore Tengah. Ada kemungkinan kolektor memanfaatkan orang lokal untuk mencuri benda arkeologis tersebut.
Arca yang akan dicuri setinggi 1,5 meter. Bentuk arca tidak terlalu jelas karena berdasarkan foto yang beredar saat pemindahan, arca itu dibungkus kain. Lokasi aslinya di hutan.
Tersebar
Peninggalan budaya megalitikum di Poso tersebar di 80 situs di Kecamatan Lore Tengah, Lore Timur, Lore Selatan, dan Lore Barat. Peninggalan itu antara lain berupa kalamba (tempayan), arca (patung), dan menhir (tiang batu). Barang-barang tersebut menyebar di hutan dan padang di dekat sawah, kebun, dan permukiman warga.
Upaya pencurian itu mengindikasikan longgarnya pengamanan terhadap benda-benda megalit di Poso. Selama ini, situs-situs ini tidak dipagari. Lingkungan sekitar situs hanya dibersihkan. Selain itu, jumlah juru pelihara situs juga terbatas.
Tokoh adat masyarakat Lore di Kecamatan Lore Tengah, Aminadab Soro, menyatakan, dari 20 situs di daerahnya, hanya 10 situs yang dijaga juru pelihara. Dia mengakui terbatasnya jumlah juru pelihara situs. Setiap tahun diajukan penambahan juru pelihara, tapi tidak selalu diakomodasi.
Untuk mengatasi masalah itu, juru pelihara situs di Sulawesi Utara telah dimutasi ke Poso untuk bertugas di sana.
Terkait pemagaran situs, hal itu belum bisa dilakukan karena belum terpetakannya batas dan sebaran peninggalan di setiap situs. Sejumlah situs pernah dipagari, tetapi ternyata di luar pagar masih ditemukan benda-benda megalit.
Romi berharap pemetaan ruang dapat menjawab kepastian sebaran dan luas setiap situs sehingga dipagari. Pemetaan untuk mendukung pengajuan kawasan persebaran tinggalan megalitikum menjadi warisan budaya dunia ke UNESCO.
Romi meminta masyarakat di lokasi persebaran megalitikum menjadi bagian dari perlindungan. ”Masyarakat harus merasa memiliki situs. Setiap tahun kami melakukan sosialisasi terkait hal itu,” ujarnya. Aminadab mengatakan, warga Lore umumnya takut mencuri benda-benda tinggalan megalitikum.
Sejak kasus pencurian pada tahun 1981, ada sanksi adat cukup keras berupa pembayaran lima sapi untuk pelaku. (VDL)