Meski korupsi tergolong kejahatan luar biasa, praktik tersebut masih marak terjadi, termasuk yang dilakukan sejumlah kepala daerah. Kemarin, tiga bupati diadili di Surabaya.
SIDOARJO, KOMPAS - Tiga kepala daerah yang terlibat kasus korupsi menjalani sidang berbeda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Jumat (14/9/2018). Mereka adalah Bupati Ngada dua periode Marianus Sae, Bupati Mojokerto dua periode Mustofa K Pasa, dan Bupati Tulungagung Sahri Mulyo.
Bupati Ngada Marianus Sae divonis hukuman pidana delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan. Terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih selama empat tahun.
Pencabutan hak terhitung setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
Terdakwa melalui kuasa hukumnya, Vintentius Maku, menyatakan keberatan dan menilai vonis itu tak adil. Istri terdakwa, Maria Moi Sae, histeris dan menangis karena menganggap hukuman yang dijatuhkan terlalu kejam.
Mereka pun menyatakan pikir-pikir untuk melangkah pada proses hukum selanjutnya.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang diketuai Unggul Warsa Murti menyatakan terdakwa Marianus Sae terbukti secara sah dan meyakinkan menerima suap dari pengusaha rekanan Pemkab Ngada sebesar Rp 4,450 miliar.
Terdakwa juga terbukti menerima gratifikasi dari Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Ngada sebesar Rp 850 juta.
”Terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Unggul Warsa Murti.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan, terdakwa terbukti menerima suap dari Wilhelmus Iwan Ulumbu, pemilik PT Sinar 99 Permai, dan Albertus Iwan Susilo, pemilik PT Sukses Karya Inovatif. Modusnya terdakwa meminta Iwan membuka rekening tabungan di Bank BNI Cabang Bajawa. Kartu debit beserta nomor PIN (nomor identifikasi personal) diserahkan kepada Marianus agar terdakwa leluasa menarik tunai.
Wilhelmus diminta menyetor ke rekening tersebut sebesar 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaannya. Total akumulasi uang yang disetorkan Rp 2,9 miliar. Sementara Albertus Iwan Susilo menyetor uang yang nilainya lebih dari Rp 1,5 miliar.
Jaksa KPK Ronald Woworuntu mengatakan, pihaknya masih pikir-pikir sebab hukuman itu lebih ringan dari tuntutannya yang meminta agar terdakwa dijatuhi hukuman pidana 10 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap terdakwa selama lima tahun.
Bayaran izin menara
Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa didakwa menerima Rp 2,7 miliar dari perusahaan pemilik menara (tower) telekomunikasi yang beroperasi di wilayahnya. Rinciannya, Rp 2,2 miliar dari Permit dan Regulatory Division Head PT Tower Bersama Infrastructure/Tower Bersama Group (TBG) Ockyanto dan Rp 550 juta dari Direktur Operasi PT Profesional Telekomunikasi Indonesia Onggo Wijaya.
”Uang itu sebagai imbalan memberikan rekomendasi izin prinsip pemanfaatan ruang dan izin mendirikan bangunan atas beroperasinya 22 tower telekomunikasi milik dua perusahaan tersebut,” ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Eva Yustisiana, pada sidang yang dipimpin ketua majelis hakim I Wayan Sosiawan.
Terhadap dakwaan itu, Mustofa langsung mengajukan keberatan. Terdakwa bersama kuasa hukumnya, Maria Fatima, menyatakan akan menyusun nota eksepsi untuk menanggapi dakwaan primer dan dakwaan sekunder yang disampaikan jaksa KPK.
Sementara itu, Bupati Tulungagung Sahri Mulyo mengakui telah menerima bayaran (fee) dari proyek-proyek yang bersumber dari APBD. Salah satunya Rp 2,5 miliar dari proyek perbaikan jalan yang dimenangkan oleh perusahaan milik pengusaha Susilo Prabowo. Pengakuan disampaikan Mulyo saat jadi saksi untuk terdakwa Susilo. (NIK)