YOGYAKARTA, KOMPAS - Belum semua warga penerima Bantuan Pangan Non Tunai paham cara mengakses haknya. Banyak yang terlalu bergantung kepada pendamping.
Hal itu terungkap dalam ”Seminar Hasil Pemantauan Bantuan Sosial Pangan 2018” yang dipaparkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, di Yogyakarta, Jumat (14/9/2018).
Program bantuan sosial yang dipantau pelaksanaannya adalah Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang diluncurkan pada 2017. Program itu menggunakan mekanisme elektronik.
Keluarga penerima manfaat (KPM) diberi bantuan Rp 110.000 per bulan dalam bentuk nontunai, ditransfer ke kartu khusus.
Selanjutnya, mereka menggunakan kartu itu untuk berbelanja beras dan telur di warung-warung yang sudah ditentukan.
Ketua Tim Pemantauan Bantuan Sosial Pangan 2018 Istiana Hermawati mengatakan, kendala yang dialami masyarakat dalam mengakses BPNT adalah penggunaan kartu bantuan. Mereka tidak fasih membeli beras dan telur menggunakan kartu itu.
”Hanya 17 persen yang bisa menggunakan kartu. Yang 83 persen lain bergantung kepada pendamping dalam menggunakan kartu untuk mengakses hak-hak mereka,” katanya.
Menurut Istiana, para pemangku kepentingan perlu menguatkan masyarakat penerima bantuan agar bisa secara mandiri memanfaatkan bantuan yang menjadi haknya. Tujuannya agar bantuan dapat tersalur dengan baik dan tidak ada oknum yang menyelewengkan bantuan.
”Karena tidak paham, masih ada yang menyerahkan kartu bantuan beserta PIN saat membeli. Edukasi terkait penggunaan kartu bantuan diharapkan membuat KPM mampu mengakses haknya,” ujar Istiana.
Sekretaris Dinas Sosial Gunung Kidul Wijang Eka Aswarna yang hadir di seminar mengakui, masih banyak penerima bantuan yang belum fasih menggunakan kartu bantuan. Seiring berjalannya waktu, ia yakin para KPM akan terbiasa menggunakan.
Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Andi ZA Dulung mengatakan, temuan-temuan itu akan menjadi bahan introspeksi untuk memperbaiki pelaksanaan program. Pihaknya akan turun langsung ke lapangan jika masih ada tim koordinator yang belum bekerja secara optimal. (NCA)