Aparat Dinilai Tak Sensitif pada Korban Pemerkosaan
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Aktivis solidaritas perempuan mengecam lemahnya sensitivitas aparat penegak hukum di Jambi dalam menangani kasus anak korban pemerkosaan. Salah satu buktinya adalah tindakan jaksa penuntut umum yang mengajukan kasasi atas kasus WA (15), korban pemerkosaan di Kabupaten Batanghari.
Sejumlah alasan yang disampaikan jaksa perihal pengajuan kasasi, menurut Koordinator Save Our Sister Zubaidah, tidak masuk di akal. ”Sedikit pun tidak ada keberpihakan dan sensitivitas kepada WA, yang masih berusia anak dan menjadi korban pemerkosaan,” ujarnya, seusai menggelar aksi di halaman Kejaksaan Tinggi Jambi, Senin (17/9/2018).
Alasan yang dimaksud jaksa, WA yang diperkosa sembilan kali itu menyiratkan tidak adanya unsur tekanan. Jaksa bahkan mempersoalkan mengapa korban yang tidak lekas melapor aparat penegak hukum saat awal mengalami pemerkosaan. Alasan lain, temuan kandungan kunyit yang dikonsumsi WA disimpulkan jaksa sebagai bentuk aborsi.
Terkait alasan-alasan itu, Ida mengindikasikan jaksa belum berpengalaman menangani kasus-kasus anak korban pemerkosaan. Sebab, pada banyak kasus, khususnya yang menimpa anak-anak, korban tidak berani melaporkan pemerkosaan yang dialaminya. Ida pun mendapati sejumlah kasus pemerkosaan baru terungkap setelah beberapa tahun kemudian.
Solidaritas perempuan yang tergabung salam Save Our Sister menggelar protes di halaman Kejati Jambi sejak pukul 09.30 WIB. Tak lama setelahnya, sejumlah perwakilan aksi diajak masuk ke ruang Media Center untuk berdialog dengan para jaksa di jajaran Kejati Jambi.
Adapun WA adalah korban pemerkosaan abang kandungnya sendiri di Kabupaten Batanghari. Meski menjadi korban, WA dihukum 6 bulan penjara karena setelah dirinya hamil, bayi di dalam kandungannya gugur pada usia lebih dari 5 bulan. Ia dianggap melakukan aborsi. Belakangan, pengacara WA mengajukan banding. Hasil banding, WA divonis bebas. Menanggapi hasil banding itulah, jaksa mengajukan kasasi.
Asisten Pidana Umum Kejati Jambi Fajar Rudi membenarkan jaksa di Kejaksaan Negeri Muara Bulian telah mengajukan kasasi. Menurut Fajar, kasasi selayaknya diajukan. Perbuatan aborsi yang dilakukan WA jika tidak dilakukan penanganan hukum, mencerminkan ketidakadilan di masyarakat. Sebab ada hak hidup anak, dalam hal ini janin dalam kandungan, yang dilanggar.
Ia pun meminta agar keputusan jaksa mengajukan kasasi tidak menjadi perdebatan. ”Biarkan kita tunggu hasil putusan kasasi,” ujarnya.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dalam rilisnya, juga mempertanyakan alasan jaksa mengajukan kasasi ini. Peneliti ICJR, Maidinah, mengatakan, sejak awal sudah banyak hak-hak WA sebagai korban pemerkosaan dan anak yang berhadapan dengan hukum terlanggar. Itu mulai dari terlanggarnya hak atas bantuan hukum yang efektif, hak atas penahanan sebagai upaya terakhir, hak bebas dari penyiksaan, dan hak untuk menghadirkan saksi dan/atau ahli yang meringankan.
Menurut dia, penuntut umum dalam mengajukan kasasi harus mampu menghadirkan alasan penerapan hukum mana yang salah dalam putusan lepas WA, dan yang paling penting harus menjamin keadilan bagi WA, tidak hanya berfokus pada penghukuman.
”Sebab WA dalam hal ini sebenarnya merupakan korban, yang hak-haknya dijamin peraturan perundang-undangan,” katanya. Hukum pidana di dalam kasus yang melibatkan korban seperti kasus WA tidak dapat diterapkan secara hitam dan putih. Jaksa seharusnya bisa melihat bahwa yang dibutuhkan WA dalam hal ini adalah keadilan dalam bentuk rehabilitasi, bukan pemidanaan semata.