PALANGKARAYA, KOMPAS — Dalam waktu 24 jam, 229 titik panas bermunculan di seluruh kabupaten di Kalimantan Tengah. Sampai saat ini terdapat 1.304,11 hektar lahan dan hutan terbakar. Kondisi itu terjadi karena kemarau panjang pada bulan ini, ditambah kondisi El Nino, yang masuk dalam rentang lemah hingga menengah.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Palangkaraya menunjukkan, titik panas tersebar di 14 kabupaten/kota dengan 229 titik sejak Minggu (16/9/2028) pukul 07.00 WIB sampai dengan Senin (17/9/2018) pukul 07.00 WIB. Dari 229 titik tersebut, 124 titik merupakan titik api dengan tingkat kepercayaan dari 70-100 persen.
Prakirawan BMKG Palangkaraya, Roland Binery, mengungkapkan, bulan September merupakan puncak musim kemarau panjang di Kalteng dan beberapa daerah lain di Indonesia. Salah satu penyebab kemarau panjang tersebut adalah karena fenomena El Nino yang muncul kembali meski dalam kekuatan lemah.
”Prediksi pada bulan ini El Nino ada tapi dalam kategori normal hingga melemah, tetapi prediksi untuk September sampai Oktober kategori lemah sampai moderate,” ungkap Roland Binery di Palangkaraya, Senin siang.
Roland menjelaskan, ada beberapa rentang kategori El Nino, yakni lemah, normal, moderate, hingga kuat. Moderate merupakan kondisi menengah menuju kuat. Kondisi El Nino yang kuat dampaknya dikhawatirkan bisa seperti bencana asap tahun 2015.
Roland menambahkan, prediksi BMKG Kalteng akan memasuki musim hujan pada Oktober hingga Februari.
”Dampak El Nino akan terasa signifikan pada musim kemarau, tetapi pada musim hujan dampaknya akan berkurang, khususnya di wilayah Kalteng,” ujar Roland.
Sementara itu, di Palangkaraya kebakaran melanda hutan di sekitar wilayah Universitas Palangka Raya selama seminggu. Sekitar 30 hektar lahan hangus terbakar hingga saat ini api belum bisa dikendalikan karena melahap lahan gambut.
Aban, salah satu anggota Manggala Agni yang memadamkan wilayah tersebut, mengungkapkan, kebakaran sudah melahap lahan gambut dan sulit dikendalikan. Dirinya dan 15 anggota lainnya terpaksa menghentikan pemadaman karena semakin berbahaya masuk ke dalam kawasan yang sudah dikepung asap dan api.
”Apinya enggak kelihatan lagi, asapnya saja dan angin sangat kencang terpaksa pasukan mundur semua, ada water boombing pun tidak efektif lagi sekarang, apinya di dalam tanah,” kata Aban.
Asap pun sudah mulai memasuki kota. Rahmadi Aslan (56), warga Bukit Keminting, Palangkaraya, mengungkapkan, asap mulai mengganggu penglihatan dan kesehatan dirinya dan warga sekitar.
”Hari ini asap makin tebal kalau kemarin masih tipis,” kata Rahmadi.