Solidaritas Perempuan Protes Kasasi Korban Pemerkosaan
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Keputusan jaksa penuntut umum melakukan kasasi kasus WA (15), korban pemerkosaan yang menjadi terpidana, menuai kecaman dari banyak pihak. Solidaritas perempuan yang tergabung dalam Save Our Sister pun menggelar protes di halaman Kejaksaan Tinggi Jambi, Senin (17/9/2018).
Massa berorasi sejak pukul 09.30 WIB. Tak lama setelah itu, sejumlah perwakilan massa diajak masuk ke ruang Media Center Kejati Jambi untuk berdialog dengan para jaksa di jajaran Kejati Jambi.
Koordinator Save Our Sister Zubaidah mempertanyakan alasan jaksa melakukan kasasi. Padahal, putusan banding berupa lepas dari segala tuntutan hukum bagi WA, yang telah ditetapkan majelis hakim Pengadilan Tinggi Jambi, disambut positif banyak kalangan.
Putusan itu juga melipur duka dan trauma yang dialami WA sebagai korban pemerkosaan. ”Kami tak menyangka jaksa penuntut umum malah mengajukan kasasi. Kami menilai itu sungguh tak memiliki perspektif anak yang menjadi korban pemerkosaan,” katanya.
Adapun WA adalah korban pemerkosaan abang kandungnya sendiri. Ia dihukum 6 bulan penjara karena gugurnya bayi di dalam kandungannya. Belakangan, pengacara WA mengajukan banding. Hasil banding, WA divonis bebas. Menanggapi hasil banding itulah, JPU mengajukan kasasi.
Asisten Pidana Umum Kejati Jambi Fajar Rudi membenarkan bahwa JPU Kejaksaan Negeri Muara Bulian telah mengajukan kasasi. Alasannya, lepasnya WA atas perbuatan aborsi yang dilakukannya mencerminkan ketidakadilan di masyarakat. Sebab, ada hak hidup anak, dalam hal ini janin di dalam kandungan, yang dilanggar.
Ia pun meminta agar keputusan JPU mengajukan kasasi tidak menjadi perdebatan. ”Biarkan kita tunggu hasil putusan kasasi,” ujarnya.
Kecaman juga disampaikan Konsorsium Permampu, konsorsium delapan lembaga nonpemerintah di delapan provinsi untuk advokasi hak kesehatan seksual dan reproduksi perempuan, dalam siaran persnya yang diterima Kompas, Minggu.
Koordinator Permampu Dina Lumbantobing mengatakan, kasus di Jambi itu telah melanggar Undang-Undang Kesehatan Pasal 75 Ayat (2) b, yaitu pengguguran kandungan dapat dilakukan untuk ”kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan dapat dikecualikan”, dan Peraturan MA No 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan yang Berhadapan dengan Hukum.
”Seharusnya penegak hukum wajib mempertimbangkan hak-hak korban kekerasan seksual yang diatur dalam perlindungan saksi, apalagi korban adalah anak perempuan dan kehamilannya mengakibatkan trauma,” kata Dina. (*)