MATARAM, KOMPAS - Warga di sedikitnya 29 dusun yang tersebar di lima desa dan empat kecamatan di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, perlu direlokasi ke tempat yang lebih aman. Kawasan permukiman mereka berada di zona patahan aktif gempa bumi yang memungkinkan gempa terjadi pada masa mendatang.
”Jika gempa terjadi, dengan sumber sama, kemungkinan patahan aktif itu dilewati energi gelombang seismik gempa bumi yang mengakibatkan bangunan rusak,” kata Supartoyo, tenaga fungsional penyelidik bumi madya Badan Geologi, Selasa (18/9/2018), di Bandung, saat dihubungi dari Mataram.
Supartoyo bersama tim Badan Geologi melakukan penelitian selama delapan hari sejak gempa Lombok bermagnitudo 7,0, Minggu (5/8), di Lombok Timur dan Lombok Utara. Tim lain juga meneliti dampak gempa 29 Juli dan 18 Agustus.
Dari pantauan lapangan, tim menemukan likuifaksi (tanah kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, biasanya oleh gempa) serta keretakan dan patahan tanah sepanjang 5 meter-500 meter yang mengakibatkan bangunan yang dilewati energi seismik mengalami kerusakan.
Wilayah Lombok Utara mengalami kerusakan terparah, seperti di Desa Dangiang, Desa Gumantar, Desa Kayangan, Desa Sambik Bangkol, dan Desa Selengen (Kecamatan Kayangan), Desa Mumbul Sari (Kecamatan Bayan), serta Desa Sokong (Kecamatan Tanjung). Namun, di satu permukiman di Desa Sajang, Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, dijumpai retakan tanah sepanjang 100 meter yang membuat rumah warga rusak total diguncang gempa.
Berdasarkan fakta lapangan, tim merekomendasikan, permukiman penduduk di jalur patahan minor direlokasi.
Membangun rumah tahan gempa di jalur patahan aktif yang merupakan sumber gempa bukan jawaban karena bahaya gempa meliputi sesar permukaan, bahaya guncangan, dan bahaya ikutan, seperti likuifaksi.
Rumah tahan gempa didesain agar tahan guncangan gempa, bukan untuk tahan pergeseran sesar permukaan. ”Jika mau membangun rumah bisa di seputar lokasi patahan asalkan berjarak 20 meter dari sempadan patahan,” kata Supartoyo.
Hasil penelitian itu diharapkan jadi rujukan Pemkab Lombok Utara dan Lombok Timur dalam tahap rehabilitasi dan rekonstruksi yang tengah berjalan serta pemetaan guna menemukan patahan utama yang berjarak tak jauh dari pesisir utara Pulau Lombok.
Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar mengatakan menerima usulan itu. ”Bagus sebagai langkah antisipasi karena hampir bisa dipastikan di daerah patahan suatu saat akan terjadi gempa,” ujarnya.
Namun, sesuai hasil rapat Pemkab Lombok Utara dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Senin (17/9), relokasi itu memerlukan biaya Rp 471 miliar. Pemerintah harus mencari lokasi permukiman baru dan mengedukasi warga, terutama mengajak mereka pindah. Tak mudah pula mendapatkan dana sebesar itu dalam situasi pascagempa.
”Kalaupun harus relokasi, pemerintah mencarikan tempat aman demi keselamatan mereka. Namun, jika nanti warga menolak pindah dengan berbagai alasan, warga wajib membangun rumah (di kampung asalnya) dengan konstruksi tahan gempa,” ujarnya. (RUL)