Lahan Terbakar Milik Perusahaan Perkebunan Kembali Disegel
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·2 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Tim Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, didukung Balai Taman Nasional Gunung Palung dan Manggala Agni, kembali menyegel area yang terbakar di dalam lahan konsesi dua perusahaan perkebunan sawit, Senin (17/9/2018). Lokasinya di Kabupaten Kubu Raya dan Ketapang, Kalimantan Barat.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sustyo Iriyono, yang memimpin langsung penyegelan itu, Kamis (20/9/2018), mengatakan, keduanya adalah perusahaan perkebunan. Berdasarkan pantauan dari udara, area konsesi yang terbakar sekitar 400 hektar.
”Penyegelan merupakan lanjutan dari penyegelan terhadap lima perusahaan sebelumnya pada Agustus 2018. Penyegelan dilakukan untuk mendukung proses penegakan hukum, baik penerapan sanksi administrasi, perdata, maupun pidana, agar memberikan efek jera,” ujarnya.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, kebakaran hutan dan lahan telah menimbulkan dampak dan kerugian yang luar biasa bagi kesehatan masyarakat, lingkungan, dan perekonomian. KLHK sangat serius menangani kebakaran serta melakukan pemantauan dan upaya penegakan hukum secara berlapis akan terus dilakukan untuk memberikan efek jera.
Penyegelan lahan korporasi juga sudah pernah dilakukan sebelumnya pada Sabtu (25/8/2018) dan Minggu (26/8/2018). Saat itu, KLHK menyegel lahan terbakar milik lima perusahaan perkebunan di Kubu Raya. Kini, KLHK sedang mendalami sejumlah berkas milik lima korporasi perkebunan itu.
Informasi awal mengenai kebakaran di area perusahaan saat itu diperoleh dari satelit dan pengecekan lapangan. Penyegelan lokasi yang terbakar itu untuk mendukung penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan secara tegas sehingga ada efek jera.
Namun, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalbar Mukhlis Bentara saat itu, mengklaim, titik api yang berada di lokasi korporasi tidak ada yang anggota Gapki. Hal itu termasuk lima korporasi di Kabupaten Kubu Raya yang lahannya disegel Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akhir pekan lalu, bukan anggota Gapki.
Selama ini, berdasarkan catatan Kompas, penegakan hukum oleh kepolisian masih tebang pilih. Kasus pada 2015 yang melibatkan tiga korporasi yang diduga membakar lahan hingga kini tidak ada kepastian. Aparat cenderung menindak masyarakat kecil, tetapi takut menindak korporasi. Akibatnya, kebakaran lahan terus terjadi karena tidak ada efek jera.
Kebakaran lahan terus terjadi setiap tahun. Pada 2015 jumlah titik panas mencapai 2.711 titik, pada 2016 mencapai 1.576 titik panas, 2017 sebanyak 3.397 titik, dan 2018 sejauh ini mencapai 5.227 titik. Luas lahan yang terbakar pada 2015 seluas 74.858 ha, 2016 seluas 1.841,85 ha, 2017 2.839,21 ha, dan pada 2018 sejauh ini mencapai 3.808,38 ha.