JAMBI, KOMPAS - Kelestarian hutan-hutan adat di Jambi akhirnya mendapatkan pengakuan negara lewat pengukuhan 10 hutan adat di sepanjang wilayah Marga Bukit Bulan, Kabupaten Sarolangun. Namun, kelestarian itu terdesak pula oleh masuknya petambang emas liar.
Ketua Lembaga Pengelola Sumber Daya Hutan yang membawahkan Hutan Adat Desa Lubuk Bedorong, Zawawi, mengatakan, tiga bulan terakhir, alat berat milik petambang emas liar sudah beberapa kali masuk ke hutan. Setiap kali mengetahui petambang liar masuk, warga berkumpul untuk mengusirnya.
Alat berat milik petambang pun digiring ramai-ramai ke luar hutan. Sebelumnya, petambang lain membawa masuk alat beratnya mengeruk hutan. Petambang nekat beroperasi meski telah dilarang. Akhirnya, alat berat itu dibakar warga. ”Sejak saat itu, warga bergantian menjaga hutan dari masuknya petambang liar,” kata Zawawi di Jambi, Selasa (19/9/2018).
Di tengah desakan pertambangan emas liar itu, lanjutnya, pengamanan hutan adat menghadapi tantangan yang lebih berat. Masyarakat mengapresiasi langkah negara mengukuhkan 10 hutan adat di wilayah Marga Bukit Bulan. Pengukuhan dijadwalkan berlangsung di Jakarta, pekan ini.
Namun, mereka juga berharap pemerintah terus mendukung upaya pelestarian.
Kodri, Ketua Pengelola Sumber Daya Hutan Napal Melintang, mengatakan, masyarakat telah memetik manfaat besar dari melestarikan hutan. Debit air di hulu Sungai Limun itu terjaga sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro. ”Kami memanfaatkan sumber daya yang ada untuk penerangan,” katanya. Beberapa jenis hasil hutan juga dikelola menjadi bahan kerajinan, berupa pandan, kulit kayu, dan rotan.
Abdul Hamid, Ketua Lembaga Pengelola Sumber Daya Alam Hutan Adat Meribung, menyebutkan, hutan adat yang dikukuhkan negara merupakan warisan nenek moyang.
”Dulunyo rimbo larangan. Benar-benar kami lindungi karena merupakan sumber mata air,” ujar Hamid.
Menebang kayu, misalnya, dibatasi tak lebih dari 5 meter kubik per tahun di desanya. Penggunaannya pun hanya untuk membangun rumah warga, bukan untuk jual beli. Pengambilan tanpa seizin lembaga adat akan dikenai denda Rp 2,5 juta, seekor kambing, dan beras.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Erizal menilai pengukuhan hutan adat sebagai bentuk dukungan pemerintah atas kearifan lokal yang dibentuk masyarakat. Ia pun mendorong adanya terobosan program pengelolaan hutan pascapengukuhan. (ITA)