Petani Minta Jaminan HPP
Bulog menargetkan harga beras berada di bawah Rp 9.000 per kilogram. Akan tetapi, fakta yang ada sebaliknya. Di pasaran, harga komoditas ini masih di atas Rp 9.100 per kilogram.
SEMARANG, KOMPAS - Kendati mulai turun, harga beras di Kota Semarang dan sekitarnya di Jawa Tengah belum mampu mencapai target pemerintah di bawah Rp 9.000 per kilogram. Harga yang terbilang tinggi ini menyebabkan perdagangan beras di tingkat pedagang turun hingga 30 persen.
Pantauan Kompas, Kamis (20/9/2018), beras medium seperti C4 Super dijual Rp 9.100 per kilogram (kg) dan beras Mentik Wangi masih Rp 13.000 per kg. Harga beras medium ini turun Rp 200 per kg dibandingkan bulan lalu. Adapun target yang dicanangkan Bulog saat melakukan operasi pasar, harga beras bisa di bawah Rp 9.000 per kg.
Sejumlah pedagang di Pasar Dargo, Semarang, dan Pasar Gayamsari, Pedurungan, Kota Semarang, mengatakan, penurunan harga itu tidak lantas menaikkan transaksi perdagangan beras medium. Perdagangan beras cenderung sepi. ”Kalau normalnya saya biasa jual beras sampai 2,5 ton sehari, sekarang mulai turun sekitar 30 persen,” ujar Dariyah, pedagang beras di Pasar Dargo, Semarang.
Pedagang lain di Pasar Gayamsari, Semarang, Rosmayati, mengatakan, stok beras sebenarnya mulai tersedia. Dia juga menyediakan beras Bulog dengan kualitas lumayan. Beras Bulog biasa dijual Rp 9.000 per kg, tetapi peminatnya tidak banyak. ”Konsumen lebih suka memilih beras C4 Super yang lebih wangi dan enak dengan harga lebih tinggi Rp 100 per kg.
Kalau mau agak mahal, ada pula C4 Super yang poles baru, bisa Rp 9.300 per kg,” ujar Rosmayati.
Pedagang beras asal Mranak, Kabupaten Demak, Teguh Prasetyo, menuturkan, tata niaga beras agak sepi karena harga gabah belum turun. Tidak seperti beras yang harganya cepat stabil, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani masih Rp 4.900-Rp 5.400 per kg. Semakin rendah kadar air gabah, harganya makin tinggi. Ini juga tanda belum banyak petani siap panen.
Teguh menilai, beras kini menjadi komoditas yang benar-benar dijual bebas. Ditengarai harga eceran tertinggi beras dan gabah masih stagnan. Sejak 2017, harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah hanya Rp 3.700 per kg dan beras Rp 9.450 per kg.
Dengan HPP itu, petani lebih banyak menahan gabahnya, tidak segera menjual di pasar.
Menurut pengurus HKTI Kabupaten Grobogan, Edi Purwanto, menjelang musim tanam pertama 2018/2019 ini, petani sudah merasakan tekanan harga beras. Belum lagi isu impor beras yang tidak memedulikan upaya peningkatan produksi padi oleh petani. Kondisi bisa makin berat menyusul kenaikan harga sewa lahan padi. Sewa lahan untuk tanaman padi diperkirakan naik 10-25 persen per tahun.
Petani di Kecamatan Wedung, Demak, Samsul Hadi, menyebutkan, harga sewa lahan sawah untuk pertanian padi memang naik. Tarif sewa lahan 7.000 meter persegi dengan panen rata-rata 5,7 ton GKP yang sebelumnya Rp 19,2 juta kini jadi Rp 20 juta per tahun. Adapun harga sewa lahan padi yang bisa panen tiga kali selama musim tanam di kawasan irigasi teknis berkisar Rp 30 juta sampai Rp 35 juta per tahun.
”Dengan kenyataan harga sewa terus naik, petani sangat berharap, kepastian HPP yang berpihak kepada petani akan memberi jaminan bahwa tanam padi untuk panen musim berikutnya benar-benar dapat menguntungkan petani,” ujar Samsul.
Sementara itu, Damuri (51), petani Suranenggala, Kabupaten Cirebon, Jabar, mengatakan, penurunan harga gabah akan merugikan petani. Apalagi, saat ini, sawah dilanda kekeringan. Sebagian besar bulir padi di sawahnya hampa dan mengering. Malai padi tidak tumbuh seutuhnya karena kekurangan air.
”Paling hanya dapat 1,5 ton GKP, padahal biasanya dapat 5 ton GKP,” ujar Damuri yang akan panen sepekan lagi. Dengan harga GKP Rp 5.000 per kg, hanya diperoleh Rp 7,5 juta. Ini belum termasuk modal untuk tanam musim rendeng berikutnya.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Lembang, Bandung Barat, Kamis, menjamin stok beras dan hasil panen aman tanpa hambatan. Sebanyak 1,3 juta hektar lahan telah ditanami padi dan siap diolah. ”Pangan aman. Harap tenang. Panen Indonesia minimal 1 juta hektar per bulan. Tiap hari ada yang menanam, ada yang mengolah,” ujarnya. (WHO/IKI/BAY/RTG)