MATARAM, KOMPAS Upaya memulihkan dunia pariwisata pascagempa terus dilakukan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, di antaranya dengan menggelar Festival Pesona Senggigi 2018. Festival bertema ”Rowah Asuh Gumi” itu berlangsung pada Jumat-Sabtu (21-22/9/2018) di pasar seni obyek wisata Senggigi.
”Festival Senggigi menjadi agenda tahunan. Kali ini, penyelenggaraannya sedikit berbeda karena Lombok Barat terdampak gempa. Kendati acaranya sederhana, (hal itu) akan memberikan isyarat kepada dunia bahwa pariwisata Lombok Barat mampu bangkit,” kata Fauzan Khalid, Bupati Lombok Barat.
Selama dua hari, menurut Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat Ispan Junaedi, akan digelar tari-tarian daerah, lomba tari Gendang Belek, pentas teater tradisional Cupak Gerantang, lomba bersih pantai, lomba tari Cerorot, dan berbagai permainan sebagai trauma healing bagi masyarakat.
Pada acara pembukaan digelar tari rudat yang menampilkan penari remaja putri. Hal ini merupakan ”revolusi” karena kesenian tersebut selama ini hanya ditarikan oleh laki-laki. Selain itu ada tari Zikir-zaman yang menampilkan remaja putra.
Fauzan menuturkan, pariwisata Lombok Barat mati suri akibat gempa beruntun sejak 29 Juli hingga 9 Agustus. Fasilitas fisik hotel, restoran, dan tempat berjualan pedagang rusak. Wisatawan dalam dan luar negeri pun meninggalkan destinasi wisata di Lombok Barat.
Hal itu dipastikan menimbulkan defisit pendapatan asli daerah dari sektor industri pariwisata. Namun, kini industri pariwisata mulai menggeliat.
Setelah Festival Pesona Senggigi, Lombok Barat akan menggelar Mekaki Marathon pada 28 Oktober, yang diluncurkan pada 30 September dalam acara hari bebas kendaraan bermotor di Jakarta. Ada pula Festival Musik Jazz yang dihelat pada November di obyek wisata Senggigi.
Sementara sepanjang Februari-Maret 2019 akan berlangsung acara tradisi Perang Topat yang dipusatkan di Pura Lingsar, Lombok Barat.
”Yang menggembirakan, saat ini warga Malaysia yang mengurus perjalanan ke Indonesia, khususnya ke Lombok, tetap berjalan. Kita malu kalau warga tidur di tenda pengungsian, sementara warga negara lain ingin datang ke Lombok. Ini menjadi modal kita untuk bangkit,” ujar Ispan.
Kawasan Senggigi belum sepenuhnya pulih seperti sebelum gempa yang ramai dikunjungi wisatawan dalam dan luar untuk menikmati malam dan panorama pantai. Saat ini hanya tampak sejumlah wisatawan mancanegara berjalan menyusuri pantai dan sebagian lain menyaksikan pergelaran kesenian di pasar seni.
”Ada satu-dua tamu baru yang datang ke sini. Selebihnya beberapa tamu (asing) yang menikah dengan orang lokal datang ngopi,” kata Rina, kasir kafe di Pasar Seni Senggigi.
Mulai terisi
Beberapa hotel mulai mengalami peningkatan jumlah tamu walau belum banyak. Stevy Yasinta dari Public Relation Kila Senggigi Beach Hotel mengatakan, dari 166 kamar di hotel itu, 88 kamar terisi.
Dari 88 kamar, 15 kamar ditempati wisatawan asing. Sisanya adalah para sukarelawan yang membantu kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi warga terdampak gempa di Lombok Utara dan Lombok Timur.
”Yang sudah memesan untuk bulan Oktober belum ada pembatalan, sedangkan di bulan November pemesanan mencapai 40 persen dari total kamar. Untuk Desember baru sekitar 20 persen jumlah kamar yang dipesan,” tutur Stevy.
Untuk menarik tamu, hotel ini memberikan diskon sampai 50 persen dari harga yang tertera di brosur. Selain itu, ada juga paket promosi, seperti makan siang atau makan malam gratis yang harga normalnya Rp 250.000 per orang.
Puri dari Public Relation Hotel Aruna Senggigi menyampaikan, ada kenaikan tingkat hunian kamar yang semula 10 persen dalam dua minggu terakhir mencapai 25-50 persen dari total 143 kamar.
”Orang asing sudah ada yang check-in. Lumayan sudah mulai banyak tamu,” ujar Puri. ”Bulan Oktober sudah ada beberapa tamu individu dan grup serta warga lokal yang memesan ruangan untuk acara pernikahan.” (RUL)