SEMARANG, KOMPAS Hasil Sidang Umum Ke-62 Badan Energi Atom Internasional, 17-21 September 2018, di Vienna, Austria, ditindaklanjuti. Forum Kerja Sama Nuklir di Asia pun menganalisis prediksi tingkat perubahan iklim dengan teknologi nuklir.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Sulistio Wisnubroto, di Kampus Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Senin (24/9/2018), mengatakan, nuklir bisa mencermati perubahan iklim masa lalu dan memprediksinya.
Menurut Djarot, teknologi nuklir mengkaji perubahan iklim masa lampau (paleoiklim) dengan analisis isotop dalam terumbu karang serta sedimen laut dan danau. ”Ini bagus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Lalu, bagaimana kita mengontrol atau memperlambat perubahan,” ujar Djarot.
Guna membahas itu, Forum Kerja Sama Nuklir di Asia (FNCA) menggelar lokakarya di Undip pada 24-28 September 2018.
Negara-negara yang tergabung, di antaranya Australia, Bangladesh, China, Indonesia, Jepang, dan Kazakshtan, berbagi hasil penelitian.
Teknologi nuklir yang digunakan adalah pembacaan kandungan karbon dari sedimen sampel menggunakan sinar-X. Dari sana muncul informasi terkait informasi usia sedimen yang diendapkan.
Pertemuan itu digelar hingga tahap analisis. ”Guna membahas perubahan iklim di masa lalu seperti apa, perubahannya cepat atau melambat. Lalu, bagaimana prediksinya ke depan. Bagaimana mengatasinya, itu jadi hal lain,” ucapnya.
Ambil sampel
Forum juga akan mengambil sampel sedimen core di Danau Rawa Pening, Kabupaten Semarang. Di tingkat nasional, Batan sebelumnya bekerja sama dengan Pascasarjana Undip meneliti perubahan iklim di Telaga Warna, Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah.
Peneliti Batan, Ali Arman, menambahkan, basis data tak hanya jadi karya ilmiah, tetapi akan kami kirim ke Kementerian Kelautan dan Kelautan.
Wakil Dekan Bidang Sumber Daya dan Inovasi Sekolah Pascasarjana Undip Tri Retnaningsih Soeprobowati menuturkan, dalam penelitian di Telaga Warna pada 2016 ditemukan, dari 145 cm sedimen sampel, hanya 24 cm diendapkan 125 tahun. Lalu, dari data itu, dikaji prediksi masa depan.
Djarot mengatakan, salah satu contoh analisis yang kemudian memengaruhi kebijakan pemda ialah analisis polusi udara di Kota Bandung. Hasil analisis Batan itu disampaikan ke pemkot, yang ditindaklanjuti melalui peraturan daerah.
Upaya itu berbuah positif karena Bandung menjadi kota dengan kualitas udara terbaik di ASEAN tahun 2017. (DIT)