SAMOSIR, KOMPAS Para ahli kaldera dunia yang mengikuti International Workshop on Collapse Caldera (IWCC) ke-7, di Tuk Tuk, Pulau Samosir, Toba, Sumatera Utara, 19-26 September 2018, sepakat, Kaldera Toba menjadi pusat studi penelitian terbaik bagi ilmu letusan gunung api superdahsyat di dunia.
Erupsi yang sangat besar pada 74.000 tahun lalu membentuk kaldera terbesar di dunia. Ukurannya 100 kilometer x 30 kilometer berbentuk danau lonjong (elips).
Karena besarnya letusan dan kalderanya terbesar di dunia, para ahli tertarik untuk terus menggali lebih dalam apa yang terjadi saat letusan besar itu. Proses meletus serta radius dampak letusannya terus diteliti.
Shanaka de Silva dari International Association of Volcanology and Chemistry of Earth’s Interior (IAVCEI) Commission on Collapse Calderas yang juga ahli kaldera dari Oregon State University, Amerika Serikat, mengatakan, Kaldera Toba selalu jadi pembahasan menarik di antara para ahli kaldera dunia.
”Kaldera Toba itu memuat segala ilmu, baik letusan, pembentukan kaldera, perubahan iklim, sampai material yang dikeluarkan dari letusan mahadahsyatnya. Jadi, Kaldera Toba layak menjadi laboratorium bagi para ahli yang ingin memperdalam ilmu mengenai letusan kaldera di seluruh dunia,” katanya, di sela-sela lokakarya kaldera dunia tersebut, Senin (24/9).
Setiap ada pembahasan mengenai Kaldera Toba, dapat dipastikan selalu ada pengetahuan baru. Meneliti Kaldera Toba, menurut dia, tak akan pernah kehabisan topik. Bahkan, para peneliti asing muda tertarik mengulas Toba lebih jauh.
Karena itu, Shanaka setuju jika lokakarya yang digelar IAVCEI dua tahun sekali tahun ini berlangsung di Toba. ”Para ahli setuju dan berterima kasih kepada Badan Geologi Kementerian ESDM serta Pemerintah Indonesia yang mengizinkan para ahli berkumpul di sini dan mengajak mereka yang belum pernah melihat produk kaldera secara langsung di Toba,” ujarnya.
Ahli kaldera, Craig Chesener, dari Eastern Illinois University, AS, sependapat dengan Shanaka. Baginya, Toba masih menyimpan banyak hal yang belum terungkap. Chesener merupakan salah satu ahli kaldera dunia yang konsisten meneliti Toba lebih dari 30 tahun.
Dalam presentasi Chesener, Toba begitu luas dan ia berhasil memetakan kedalaman Danau Toba menggunakan sistem sonar. Ia memetakan sekitar 900 titik dari alat sonar selama lebih dua minggu penelitiannya. Ia datang meneliti di Toba 10 kali. ”Toba menyimpan segala misteri dan ilmu geologi serta kaldera. Sangat sulit membayangkan besarnya letusan Toba yang ketiga pada 74.000 tahun lalu. Abu vulkanik dan hempasannya ditemukan hingga di Afrika Selatan,” tutur Chesener, di Samosir.
Dorong wisata
Bupati Samosir Rapidin Simbolon, dalam sambutan pada malam pembukaan lokakarya kaldera, berharap para ahli kaldera dapat mengabarkan pengalaman indah selama berada di Toba. Toba mampu memberikan daya tarik pariwisata dengan adanya Danau Toba. Kunjungan wisatawan dapat mengangkat perekonomian warga Toba, terutama Samosir.
Ia mengaku sempat khawatir pertemuan internasional di Tuk Tuk terancam batal karena peristiwa kecelakaan feri beberapa waktu lalu yang menewaskan sejumlah penumpangnya. Ia bersyukur lokakarya tetap berjalan di Toba.
Sementara itu, warga Samosir yang mengandalkan pendapatan dari menjual suvenir di sekitar penginapan ataupun obyek wisata mengeluhkan sepinya wisatawan sejak tragedi tenggelamnya feri. Kedatangan wisatawan domestik, menurut mereka, yang paling terasa berkurang. (AYS)