Selamat datang di Hutta Siallagan! Horas! Kata Gading Jasen Siallagan (61) kepada belasan tamu yang memasuki halaman kawasan Hutta Siallagan di Tuk Tuk, Pulau Samosir, Toba, Sumatera Utara, Minggu (23/9/2018) pagi. Jasen pun mengajak mereka menari ala suku Batak dan bergembira bersama dengan diiringi musik sebelum berkeliling melihat pemandangan bebatuan alam dan pemanfaatannya di kawasan Kaldera Toba.
Tak berapa lama setelah menari dan melihat rumah adat raja dan keluarga Siallaga, Jasen memperlihatkan kursi-kursi terbuat dari batu dengan susunan menghadap mengelilingi satu meja berdiameter kurang dari 1 meter.
”Kursi-kursi ini adalah sebagai tempat persidangan. Ruang persidangan dalam segala hal serta kesalahan. Ada beberapa jenis kesalahan dan yang paling berat berselingkuh dengan istri Raja. Hukumannya pancung atau penggal kepala,” kata Jasen.
Warga Raja Siallaga yang bersalah dan mendapat hukuman pancung segera dimasukkan ke dalam kandang binatang. Kandang itu berada persis di bawah rumah panggung sang Raja, lalu dipasung.
Lalu, mengapa harus dipasung di kandang hewan rumah raja? Ya, raja menyamakan mereka yang bersalah seperti binatang yang siap bersalah dan badannya setelah mati dipancung menjadi sah untuk dimakan siapa pun yang mau. Tempat pemancungan berada di ruang terbuka tak jauh dari ruang persidangan yang juga berupa kursi-kursi dan meja yang semuanya terbuat dari batu.
Dan Jasen sebagai keturunan langsung Raja Siallagan paham betul kawasan kerajaannya harus dilestarikan bersama.
Apalagi, kompleks itu masuk dalam salah satu situs unggulan dari kawasan Geopark Kaldera Toba. Ia juga paham bebatuan yang menghiasi sekitar kompleks itu berasal dari hutan alam setelah adanya letusan besar Toba. ”Kami menghormati dan seluruh rumah di Samosir ini menghadap ke arah gunung sebagai tanda rasa hormat telah memberikan kemakmuran Toba,” ujar Jasen.
Sangat bermakna
Jika Anda seorang geolog, batu-batu yang dimanfaatkan tersebut begitu bermakna. Betapa letusan dahsyat Toba 74.000 tahun lalu itu telah memberi pengetahuan dan penghidupan sekitarnya. Para ahli kaldera datang untuk mengikuti International Workshop on Collapse Caldera (IWCC) ke-7 di Tabo Cottages, Tuk Tuk pada 19-26 September 2018.
Kedahsyatannya yang membentuk kaldera lonjong dengan panjang sekitar 100 kilometer dan lebar sekitar 30 kilometer serta Pulau Samosir di tengahnya itu menarik perhatian dunia. Ahli-ahli kaldera dunia pun berdatangan belajar dan selalu ada hal baru dari hasil penelitian mereka.
Kaldera Toba yang terbesar di dunia ini adalah laboratorium yang disediakan alam lengkap dengan manfaat dan keindahannya.
”Tidak perlu membayangkan seberapa besar letusan superdahsyatnya saat itu jika melihat luasan Danau Toba. Sudah pasti tidak kecil. Yakinlah, tak tersaingi, Krakatau dan Tambora sekalipun. Namun, Toba selalu membuat ahli yang pernah datang ingin menggali lebih dalam apa yang terjadi ketika letusan besar kala itu. Bagaimana proses meletus dan radius dampak letusannya pun diteliti terus-menerus,” kata ahli kaldera Craig Chesener dari Eastern Illinois University, Amerika Serikat.
Toba begitu luas dan ia berhasil memetakan kedalaman Danau Toba paling dalam sekitar 500 meter dengan menggunakan sistem sonar. Ia memetakan sekitar 900 titik dari alat sonar tersebut selama lebih 2 minggu penelitiannya datang ke Toba untuk yang ke 10 kalinya. Toba menyimpan segala misteri ilmu geologi dan kaldera.
Sangat, sangat, sulit membayangkan betapa besarnya letusan Toba 74.000 tahun lalu itu. Abu vulkanik dan empasannya ditemukan hingga di Afrika Selatan. Di Malaysia, endapan abunya ditemukan berupa dinding setinggi 1 meter. Padahal, jaraknya sekitar 350 kilometer dari Pulau Samosir.
Shanaka de Silva dari International Association of Volcanology and Chemistry of the Earth’s Interior (IAVCEI) Commission on Collapse Calderas yang juga ahli kaldera (Oregon State University) mengatakan, Kaldera Toba selalu menjadi pembahasan menarik di antara para ahli kaldera dunia.
Kaldera Toba itu memuat segala ilmu, baik letusan, pembentukan kaldera, perubahan iklim, maupun material-material yang dikeluarkan dari letusan mahadahsyatnya itu.
Satu hal yang menarik adalah Kaldera Toba memiliki tinggalan batuan yang masih sangat jelas lapisan- lapisannya.
”Karena Toba adalah letusan superbesar terakhir atau yang ketiga terjadi di masa paling muda dengan sebutan Youngest Toba Tuff (YTT)," kata de Silva.
Adonara Mucek, peneliti muda dari Singapura, mengatakan takjub ketika datang dan meneliti Toba. Betapa Toba adalah laboratorium yang sangat natural dan lengkap.
Kaldera Toba juga memberikan manfaat selain pariwisata kepada masyarakat sekitarnya. Geotermal hingga kesuburan tanahnya yang menghasilkan rasa kopi terbaik.
Jadi, para ahli kaldera dunia datang untuk meniti ilmu kepada yang muda, YTT. Letusan superbesar dari dorongan kantong magma besar di bawah dasar danau yang akhirnya terangkat dahsyat. Dasar danau yang lama- lama terangkat setelah meletus itu bernama Pulau Samosir.