Ubah Kotoran Menjadi Listrik, Mahasiswa UB Raih Penghargaan di China
Oleh
Dahlia Irawati
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS - Mahasiswa Universitas Brawijaya mengembangkan alat Microbial Fuel Cell yang berfungsi mengubah kotoran menjadi listrik. Alat tersebut mendapat penghargaan dalam 10th International Exhibition of Inventions and 3rd World Innovation and International Invention Forum 2018 yang diselenggarakan di Foshan, Guangzhou, China.
Penelitian mahasiswa dari lintas fakultas tersebut bernama Digital Fuel Cell from Human Waste (DELETE): An Alternative Way to Solve Electrical Energy Crisis by Using IOT/Internet of Things to Implement The SDGs 2030.
Karya tersebut ditampilkan dalam kompetisi 10th International Exhibition of Inventions and 3rd World Innovation and International Invention Forum 2018 yang diselenggarakan di Foshan, Guangzhou, China, pada 13-15 September 2018. Dalam forum tersebut, penelitian tersebut memperoleh tiga penghargaan sekaligus. Penghargaan pertama yakni Silver Medal dan International Invention Award (dari Malaysian Association of Research Scientists (MARS)). Penghargaan kedua yakni Young Innovator Award dari Citizen Innovation Singapore. Kompetisi diikuti oleh 253 tim dari 49 negara.
Naila El’ Arisie, ketua tim penelitian, mengatakan bahwa penelitian dilakukan oleh tim dalam waktu tiga bulan. “Kami terinspirasi dari penelitian di luar negeri. Lalu kami lihat di Indonesia belum ada yang mengaplikasikan. Sehingga kami ingin membuktikan, betul bisa atau tidak dilakukan. Rupanya penelitian itu berhasil,” kata mahasiswa dari Jurusan Teknik Industri itu.
Selain Naila, penelitian melibatkan Muhammad Khuzain (Fakultas Teknik), I Wayan Angga Jayadiyuda (Fakultas Teknik), Muhammad Syarifuddin (Fakultas Ilmu Komputer), Firdausi (Fakultas Pertanian), Rina Ervina (Fakultas Ekonomi & Bisnis), Tubagus Syailendra W (Fakultas Ilmu Sosial & Politik), Hendra Surawijaya (Fakultas Kedokteran Hewan), dan dosen pembimbing Eka Maulana
Naila menjelaskan, alat ini berbentuk semacam chamber (bilik) dari akrilik yang memakai bantuan PEM (Proton Exchange Membrane). Kotoran berfungsi sebagai substrat untuk membangkitkan listrik karena kandungan bakteri elektroaktifnya.
“Untuk prototype kami menggunakan kotoran sapi terlebih dahulu. Sedangkan aplikasi perangkat lunak yang dibuat berfungsi untuk mengontrol suhu, kelembapan, tegangan, serta arus yang dihasilkan,” jelas Naila.
Dari pengukuran alat didapatkan setiap chamber-nya bisa menghasilkan 1 volt. Karena e chamber, alat tersebut dapat menghasilkan 3 volt dan bisa dinaikkan menjadi 22 volt menggunakan boost converter.
“Jadi jika ingin diaplikasikan untuk peralatan rumah tangga, tinggal diperbanyak jumlah chamber-nya. Ke depannya diharapkan bisa digunakan pada daerah-daerah terpencil yang belum teraliri listrik,” tutupnya.