Aparat Kalteng Tangkap Pemilik Bengkel Olahan Kayu Ilegal
Oleh
Dionisius Reynaldo Triwibowo
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS - Tim Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat menangkap H (63) karena diduga melakukan pembalakan liar dan menjual kayu ilegal. Ia ditangkap di bengkel pemotongan kayu miliknya di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
Kepala Brigade Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) Kalaweit Seksi Wilayah I Palangkaraya, Irmansyah, Kamis (27/9/2018), mengatakan, penangkapan dilakukan pada Sabtu (22/9/2018) di Desa Batapah, Kecamatan Timpah, Kabupaten Kapuas, Kalteng.
Irmansyah mengatakan, saat ini H telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga mengkoordinir para pembalak kayu untuk melakukan pembalakan dan pemotongan kayu tanpa ijin di kawasan hutan.
"Kami masih melakukan pemberkasan sampai saat ini, karena sudah tersangka, kami juga menahan yang bersangkutan," jelas Irmansyah.
Menurut Irmansyah, tersangka ditahan di rumah tahanan negara Polda Kalteng untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan melakukan persidangan.
Penyidik SPORC juga menyita beberapa barang bukti, yakni satu alat pemotong (bandsaw), satu mobil dump truk, dua dinamo listrik, dan 25 meter kubik kayu olahan jenis meranti. Semua barang bukti itu dibawa ke Kantor Gakkum Seksi Wilayah I Palangkaraya.
"Ia (tersangka) kami tangkap ketika melaksanakan operasi pengamanan dan penegakan hukum. Saat itu kami menemukan satu lokasi industri pengolahan kayu di dalam hutan. Sangat mencurigakan karena lokasinya berada jauh dari permukiman," jelas Irmansyah.
Awalnya Tim SPORC mengalami kesulitan menuju lokasi karena jalan rusak dan pintu masuk ditutupi semak belukar yang memang sengaja untuk mengelabui petugas. Setelah berhasil masuk, Tim SPORC langsung memeriksa dan menginterogasi H, pemilik fasilitas itu.
Dari hasil pemeriksaan penyidik, H memulai bisnis ilegal tersebut sejak Mei 2018. Bahan baku kayu pun berasal dari masyarakat di sekitarnya tanpa dilengkapi dokumen asal-usul yang sah.
Menurut Irmansyah, pihaknya menjerat tersangka dengan pasal berlapis yaitu Pasal 12f juncto Pasal 84 Ayat 1 dan atau Pasal 19a juncto Pasal 94 Ayat 1a, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukuman penjara paling singkat setahun dan paling lama 5 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar.