BANTUL, KOMPAS - Presiden Joko Widodo menyatakan, pengelolaan kawasan hutan di Indonesia harus bisa membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengembangkan usaha budidaya dan pengolahan hasil hutan dengan melibatkan masyarakat.
”Fungsi hutan bukan hanya untuk mengurangi emisi karbon dan menjaga Indonesia sebagai paru-paru dunia. Hutan juga berfungsi sebagai sumber kehidupan. Ini yang sering kita melupakan,” tutur Presiden saat membuka Festival Kesatuan Pengelolaan Hutan dan Pameran Usaha Kehutanan, Jumat (28/9/2018), di kawasan Hutan Pinus Mangunan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
Presiden memaparkan, saat ini Indonesia menduduki peringkat kesembilan negara dengan hutan terluas di dunia. Namun, sampai sekarang, masih banyak warga di sekitar hutan yang belum bisa sejahtera. ”Fakta yang ada, masyarakat yang hidup di sekitar hutan ataupun di kawasan hutan justru miskin. Padahal, masyarakat yang hidup di sekitar hutan atau di dalam hutan seharusnya makmur,” ujarnya.
Untuk itu, menurut Presiden, sejak empat tahun lalu, ia telah memerintahkan untuk mengembangkan kelompok usaha kehutanan dengan melibatkan masyarakat. Ini karena banyak hasil hutan, baik berupa kayu maupun nonkayu, yang bisa dibudidayakan dan diolah menjadi sumber penghasilan. ”Tadi saya lihat di pameran (usaha kehutanan), semua bisa jadi sumber ekonomi, misalnya ulat sutra, madu, dan minyak kayu putih,” ujarnya.
Sejauh ini pengembangan usaha budidaya atau pengolahan hasil hutan sudah dilakukan di sejumlah tempat di Indonesia. Akan tetapi, Presiden berharap, usaha yang melibatkan masyarakat bisa diperbesar skalanya dan diperluas ke banyak daerah, tidak hanya di titik-titik tertentu. ”Banyak sekali, mungkin di ribuan titik, yang bisa kita kembangkan. Bukan hanya di titik-titik tertentu, seharusnya di banyak tempat,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjelaskan, sektor kehutanan telah menyerap tenaga kerja sekitar 3,9 juta orang. Jumlah itu belum termasuk tenaga harian lepas yang terlibat dalam berbagai kegiatan kehutanan.
Salah satu kegiatan kehutanan yang menyerap tenaga kerja cukup banyak adalah program kehutanan sosial yang saat ini telah mencakup 1,2 juta hektar hutan bagi 488.000 keluarga.
Program itu menyerap tenaga kerja sekitar 1,46 juta orang. Kegiatan tebang dan tanam pohon kayu di lahan milik masyarakat menyerap sekitar 510.000 pekerja dengan volume kayu 9,5 juta meter kubik per tahun.
Selain itu, jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan hak pengusahaan hutan (HPH) mencapai 26.300 orang, sedangkan tenaga kerja langsung di hutan tanaman industri (HTI) 21.140 orang. ”Jumlah ini akan terus meningkat dengan usaha yang lebih variatif, yakni produksi hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan,” ujar Siti.
Siti menilai keberadaan taman nasional, suaka alam, dan wisata alam juga menyerap tenaga kerja cukup banyak. Saat ini, Indonesia memiliki 54 taman nasional serta 510 kawasan suaka alam dan wisata alam. ”Dari kawasan yang ada itu, sekitar 15 taman nasional hadir secara intensif sebagai kawasan wisata, seperti Bromo Tengger Semeru, Gunung Gede Pangrango, Ujung Kulon, dan Komodo, dengan penyerapan tenaga kerja langsung tidak kurang dari 100.000 orang,” tuturnya. (HRS)