Mempromosikan Kuliner Khas Lamongan Hingga ke Ibu Menteri
Penjual sego boran, Mbak Ita, merasa beruntung. Ia senang bukan saja karena bisa berfoto bersama, diapit Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M Soemarno dan Wakil Bupati Lamongan Kartika Hidayati. Bupati Lamongan Fadeli juga ikut berpose.
Namun, yang lebih menyenangkan Ita, nasi boran masakannya dicicipi sang menteri seusai penyerahan kredit usaha rakyat dan panen melon varietas Golden Apollo di Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Kamis (27/9/2018). ”Wah, rasanya pedas, tapi enak,” kata Rini, didampingi Fadeli dan Kartika Hidayati.
Rini juga membawa dua botol minuman kreasi ibu-ibu dari kelompok usaha kecil menengah mitra binaan BRI. Ia juga berkeliling stan yang memamerkan produk unggulan UMKM, termasuk suvenir, kerajinan, batik, tenun ikat, camilan, hingga kudapan khas Lamongan.
Salah satu kudapan yang dipamerkan adalah jumblek, makanan dari tepung yang dimasak dengan cara dibungkus dengan lilitan janur siwalan. Paginya, Rini dan rombongan dari Kementerian BUMN beserta rombongan dari BRI juga mencicipi soto lamongan di Depot Asih Jaya, Lamongan Kota.
Nasi boran dan soto lamongan merupakan dua kuliner unggulan Lamongan yang diperkenalkan kepada Menteri Rini. Cara mengenalkan kuliner Lamongan tidak saja dengan menyuguhkannya kepada tamu dan pejabat yang datang berkunjung ke Lamongan, tetapi juga melalui festival kuliner, termasuk melalui Festival Lamongan Tempoe Doeole, Festival Sego Boranan, dan Festival Rujak Uleg Pesisiran. Di sisi lain, kuliner Lamongan pecel lele merambah Nusantara, menyebar ke kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Denpasar, dan juga di luar Jawa-Bali.
Festival Sego Boranan
Festival Sego Boranan tahun ini digelar 26 Mei bersamaan dengan acara buka puasa. Warga mendapatkan sepincuk (satu porsi) nasi boran secara gratis. Warga yang menunggu sejak sekitar pukul 16.00 juga disuguhi tarian sufi, tari boran, dan musik religius.
Saat itu juga dibuat boran (wadah nasi) berdiameter 2 meter. Festival itu dihadiri warga daerah tetangga Lamongan, seperti Bojonegoro, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Sebanyak 121 pedagang yang dilibatkan masing-masing menyediakan 100-150 porsi. Semua habis tak tersisa. ”Jadi, belum ke Lamongan kalau belum mencoba sego boranan,” kata Kartika, yang mendampingi Rini.
Sego boranan punya keunikan. Awalnya hanya dibuat warga di Dusun Kaotan, Desa Sumberejo, Kecamatan Lamongan Kota. Dinamakan sego boranan karena nasinya diletakkan di dalam wadah bambu yang disebut boran.
Kuliner ini dulunya dihidangkan di dalam bungkus daun pisang, dengan beragam lauk pilihan, mulai dari ikan kuthuk (gabus), bandeng, ayam, dan ikan sili asap. Selain itu, ada pilihan daging ayam, jeroan, telur dadar, telur asin, serta tahu dan tempe goreng.
Nasi dan lauk ini dilumuri dengan sambal pedas, didampingi topping sayur kerawu (urap-urap), plethtuk (kacang dan remah nasi aking), empuk (tepung goreng), dan rempeyek. Bumbu sambal dari nasi boranan terdiri dari rempah-rempah yang ditambahkan dengan cabai dan kelapa parut yang dihaluskan. ”Disebut plethuk karena pas dikunyah seperti terdengar plethuk, plethuk,” ujar Ita menjelaskan.
Disebut plethuk karena pas dikunyah seperti terdengar plethuk, plethuk.
Salah satu khasnya nasi boran adalah lauk ikan sili, jenis ikan air tawar yang hidup liar di rawa dan sungai, yang belum bisa dibudidayakan. Nasi khas Lamongan ini biasa dijajakan secara lesehan. Satu porsi dijual Rp 10.000, tetapi khusus lauk ikan sili satu porsi bisa Rp 15.000-Rp 25.000, tergantung dari besar kecilnya ikan sili.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lamongan Muhammad Zamroni menyebutkan, di Lamongan ada lebih dari 200 penjual nasi boran dan dijual dengan cara lesehan di trotoar atau emper pertokoan. Saat disuguhkan kepada tamu, ternyata banyak yang suka.
”Kami mengajukan hak paten atas nasi boran ini ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, apalagi lauk ikan silinya hanya ditemukan di Lamongan,” ujar Zamroni.
Ia menyebut empat kuliner yang diajukan patennya adalah soto lamongan, sego boran, tahu campur, dan wingko babat. Nasi boran punya kekhasan bumbu pedas, ikan sili, empuk, dan plethuk-nya.
Soto lamongan punya kekhasan dengan kuah kental berwarna kekuningan disertai bumbu koya (campuran bawang putih dan kerupuk udang goreng yang dilembutkan seperti tepung). Tahu campur juga khas bumbu dan petisnya. Ada daging sapi dipadu sayur dan irisan parutan singkong yang digoreng.
Lamongan Tempo Doeloe
Sementara itu, selain mengenalkan kuliner, ajang Lamongan Tempo Doeloe juga menjadi sarana silaturahmi dan perekat antara pejabat dan masyarakat Lamongan. Masyarakat bisa merasakan pengalaman wawasan kebudayaan di masa lalu melalui kuliner dan penataan stan. Tahun ini, Lamongan Tempoe Doeloe digelar pada 24-25 Agustus.
Suasana perkampungan Lamongan zaman dulu dihadirkan untuk memperkenalkan Lamongan tempo dulu kepada generasi muda. Beragam permainan anak-anak di masa silam, seperti dakon dan gobak sodor, yang kini sudah mulai ditinggalkan juga dimunculkan. Ada pula aneka jajanan khas seperti gethuk, srawut, jongkong, serebeh, dan thiwul. Lopis, petulo, gulali, dan jajanan tradisional juga tersedia.
Berbagai konsep ditonjolkan agar pengunjung merasa berada di zaman puluhan tahun lalu. Stan dibuat dari anyaman bambu, atapnya terbuat dari tumpukan jerami padi, dilengkapi dengan tempat duduk jadul dan ornamen lain yang menggambarkan masa lalu.
”Tujuannya, mengobati kerinduan pada suasana tempo dulu, sekaligus mengenalkan kuliner tradisional yang mulai ditinggalkan anak-anak milenial,” kata Fadeli.
Rujak uleg pesisiran
Festival rujak uleg pesisiran dengan 1.000 cobek digelar di Desa Gedangan, Kecamatan Maduran, pada Minggu (19/8/2018). Acara itu diikuti kaum perempuan mulai dari remaja, ibu-ibu, hingga nenek-nenek.
Tak sekadar berpesta mengulek bumbu rujak, peserta juga diajak berlomba. Aturannya, di sela-sela mengulek bumbu, panitia secara tiba-tiba akan memperdengarkan lantunan musik dangdut melalui pengeras suara.
Saat terdengar lagu dangdut, peserta diharuskan berdiri sambil berjoget meninggalkan cobek dan bumbu rujaknya. Begitu seterusnya berulang-ulang, sampai rujak selesai dibuat dan siap disantap.
Kepala Desa Gedangan Ali Ghufron menuturkan, festival itu selain mengenalkan rujak uleg khas pesisir Lamongan juga sebagai upaya mempromosikan produk unggulan desa berupa gerabah cobek. ”Gedangan merupakan salah satu sentra gerabah,” katanya.
Muhammad Zamroni dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lamongan menyiapkan hadiah sepeda gunung dan hadiah lain untuk menyemarakkan festival tersebut. Apalagi, keberadaan Desa Gedangan sebagai sentra industri gerabah, khususnya cobek, sudah mendapatkan pengakuan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Desa Gedangan merupakan salah satu sentra gerabah.
Festival rujak uleg itu akan menjadi agenda rutin dan diharapkan bisa menjadi tujuan wisata. Dinamakan rujak uleg karena memang bumbu rujak ini dimasak dengan cara diulek di atas cobek.
Bahan bumbunya antara lain kacang tanah, gula aren, petis, cabai, dan terasi. Bumbu inilah yang menjadi sumber kenikmatan rujak uleg. Tidak hanya sayuran, dalam rujak uleg ini ada buah-buahan, mangga muda, kedondong, bengkuang, dan belimbing.