Mimpi Petani Sendangharjo Jadi Sentra Melon Telah Dimulai
Semangat Qomaruzzaman (30), petani melon kuning varietas Golden Apollo di Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, mengetuk hati Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M Soemarno untuk datang dan melihat sendiri hasil kerja keras pemuda itu. Qomar bukanlah petani biasa, dia penyandang tunadaksa, tanpa lengan. Namun, Qomar punya semangat bekerja, merawat melon seperti merawat bayi-bayi asuhannya.
Rini pun terharu saat bertemu Qomar, petani difabel, pada Kamis (27/9/2018) lalu. Rini ikut memetik dan mencicipi melon Golden Apollo yang dikembangkan di Sendangharjo.
”Saya bangga dan terharu dengar cerita tentang Mas Qomar. Saya ingin melihat langsung hasil melon yang ditanam, katanya manis,” ucap Rini yang sempat penasaran.
Tahun ini, Qomar menanam 3.500 batang melon kuning atau melon emas varietas Golden Apollo. Dia juga menyewa lahan setengah hektar. Ia terbiasa menyirami melon menggunakan selang atau mengguntingi dahan yang tak perlu dengan kakinya.
Sejak membudidaya melon, hingga saat ini Qomar sudah 15 kali panen dan pernah juga gagal karena serangan virus. Dalam satu kali panen, lahannya bisa menghasilkan 6-8 ton melon. Kalau harga jual dibuat rata-rata Rp 8.500 per kilogram, hasil panen yang didapat Rp 51 juta hingga Rp 68 juta dalam kurun waktu 65-75 hari sekali panen. ”Untung bersihnya sekitar 40 persen,” kata Qomar.
Doa Qomar juga terkabul. Kali ini ia mendapat bantuan mesin pengolah tanah sehingga bisa mengurangi biaya produksi dari jasa sewa alat itu. Ia juga mendapat kucuran bantuan permodalan usaha, kredit usaha rakyat (KUR) mikro dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Berkat tekad dan kemauan Mas Qomar yang kuat dalam mengelola melonnya membuahkan hasil.
Menurut Rini, bantuan itu merupakan dukungan bagi petani difabel seperti Qomar. Keterbatasan fisik tidak membuat patah semangat atau menghiba belas kasihan orang lain. ”Ini patut diapresiasi. Berkat tekad dan kemauan Mas Qomar yang kuat dalam mengelola melonnya membuahkan hasil,” ujar Rini.
Rini, bersama Qomar, Direktur Utama BRI Suprajarto, dan Bupati Lamongan, memetik melon Golden Apollo dan mencicipinya. ”Ini rasanya manis, kadar manisnya kata Mas Qomar level 15,” ujar Rini.
Sentra melon
Rini pun mendukung dan mendorong petani melon di Sendangharjo bisa terus berkembang lebih baik, terutama dari sisi pendapatan dan kesejahteraan. Ia menilai, produksinya sudah bagus, tinggal memperluas pasar. Sendangharjo juga berpotensi menjadi sentra atau kampung melon. ”Setuju, ya? Tahun depan saya ke sini lagi, sudah ekspor,” kata Rini, disambut tepuk tangan warga.
Secara geografis, areal lahan di Sendangharjo cenderung kering dan melon bisa rentan terserang hama sehingga puso semua. Rini pun menjanjikan kawasan Desa Sendangharjo akan dijadikan kawasan budidaya melon model green house dengan dukungan modal dari BRI. ”Prospek melon Sendangharjo sangat menjanjikan dan diharapkan bisa diekspor,” kata Rini.
Rini mengungkapkan, pihaknya terus mendorong perusahaan perbankan BUMN agar tidak hanya mendukung petani dalam akses pendanaan, tetapi juga dalam hal pemberdayaan dan bantuan fasilitas pendukung usaha petani. ”Ini supaya kesinambungan tetap terjaga dan petani di sini bisa sejahtera,” ujar Rini.
Prospek melon Sendangharjo sangat menjanjikan dan diharapkan bisa diekspor.
Upaya mendorong Sendangharjo menjadi kawasan sentra atau kampung melon kuning (melon emas) dengan cara petani dibantu difasilitasi pendirian green house, areal tanam tertutup bangun konstruksi yang atapnya tembus cahaya. Pendirian green house tanaman melon itu akan menjadi prototipe pengembangan kawasan budidaya melon di wilayah lain. Atap tembus cahaya berfungsi memanipulasi kondisi lingkungan agar tanaman di dalamnya berkembang optimal dan mengurangi serangan hama.
Rintisan
Mad Iskan, petani perintis tanaman melon di Sendangharjo, menuturkan, komoditas melon mulai dikembangkan pada 2008/2009. Setiap tahun luas panen melon bisa 10-15 hektar. Setelah pola konvensional terkendala hama, ia juga merintis pola tanam dengan sistem green house untuk menekan serangan hama.
Saat ini, satu unit green house-nya berisi sekitar 560 batang tanaman melon berumur 35 hari dan 30 hari lagi sudah bisa dipanen. Tiga hari lagi dia mendirikan satu unit green house lagi.
Tanaman melon di Sendangharjo tidak ditanam bersamaan untuk menjaga stabilitas pasar. Saat ini seluruh tanaman mencapai 2,5 hektar, dengan populasi 15.000-16.000 batang per hektar. Harga melon emas saat ini Rp 10.000-Rp 11.000 per kilogram untuk kategori kualitas A dan Rp 6.000 per kilogram untuk kelas B.
Hasil panen yang dikelola konvensional saat ini kurang maksimal karena terkena virus. ”Kalau tanaman yang saat ini tanaman baru berumur 35-45 hari, serangan virusnya minim. Insya Allah, nanti kualitas dan jumlah hasil panennya lebih bagus,” kata Iskan.
Ia menyebutkan, pada 2014, budidaya melon mencapai puncaknya, ada 70 petani yang mengembangkannya. ”Tetapi serangan virus sejak saat itu sampai saat ini menjadi kendala sehingga ada petani yang istirahat tanam, ada yang terus,” lanjutnya.
Sinergi BUMN
Selama ini, jika tanaman melon terserang hama (virus), seluruh tanaman tidak akan bisa menghasilkan. ”Saya melihat di sini potensinya bagus, bahkan oleh pedagang besar ada yang dikirim ke luar negeri (Singapura). Kalau dijadikan kawasan kampung melon, diharapkan potensinya lebih berkembang,” tutur Rini.
Rini berharap petani di desa itu menjadi lebih baik dengan bantuan modal melalui KUR dari BRI ataupun bantuan alat pertanian. Menurut dia, BUMN mendapatkan tugas dari presiden untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
”BUMN bisa saling sinergi. Perbankan seperti BRI memberikan bantuan modalnya berupa KUR, PT Pelindo III bisa membantu mempermudah proses pengapalannya untuk ekspor,” papar Rini.
Selain pendirian green house, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bersama juga akan diberdayakan lewat mitra BUMDes Nusantara. BUMDes tersebut didorong membuat sejumlah unit usaha, termasuk membeli produk petani.
”Ini solusi menyejahterakan petani. Selama ini, produk petani sudah bagus, tetapi petani kesulitan untuk mendapatkan harga yang bagus,” kata Rini.
Bupati Lamongan Fadeli menuturkan, pemberdayaan BUMDes di Lamongan telah berjalan. Saat ini, 462 desa sudah memiliki BUMDes, 45 BUMDes dikategorikan maju karena sudah memiliki lebih dari tiga unit usaha. Sebanyak 221 BUMDes kategori berkembang punya 2 unit usaha, sedangkan 196 BUMDes yang baru didirikan masuk kategori rintisan.
Di Lamongan, penyertaan modal BUMDes pada 2015 mencapai Rp 504 juta, pada 2016 melonjak menjadi Rp 6 miliar, tahun 2017 sebesar Rp 6,5 miliar, dan 2018 naik lagi menjadi Rp 12,4 miliar.
”Kami berharap, upaya meningkatkan kesejahteraan melalui BUMDes ini bisa mendapat sentuhan dari BUMN. Khusus Sendangharjo, besar harapan kami dan petani, kawasan budidaya melon segera terealisasi,” papar Fadeli.
Dukungan modal
Direktur Utama BRI Suprajarto menyebutkan, bantuan BRI kepada petani melon di Sendangharjo berasal dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Pemberian KUR dan penyerahan bantuan CSR berupa alat produksi pertanian itu sebagai bagian komitmen memberdayakan ekonomi masyarakat.
”Tujuannya, skala usaha meningkat dan memberikan efek pengganda bagi warga,” katanya.
Direktur Mikro dan Kecil Bank BRI Priyastomo menuturkan, KUR BRI dengan total Rp 300 juta diberikan secara simbolis kepada empat nasabah. KUR Ritel masing-masing Rp 150 juta dan Rp 110 juta diberikan kepada dua nasabah. Dua nasabah lainnya menerima KUR Mikro masing-masing Rp 25 juta dan Rp 15 juta.
Tujuan KUR dan bantuan CSR agar skala usaha petani melon meningkat dan memberikan efek pengganda bagi warga.
Bantuan CSR dalam bentuk satu unit atau mesin pengolah tanah (hand cultivator rotating) diserahkan kepada Qomar, satu hand cultivator untuk Kelompok Tani Barokah. Tiga unit green house diserahkan kepada Kelompok Tani Mulya Makmur, Sri Sadono, dan Kelompok Tani Trubus Subur.
Hingga Agustus 2018, BRI membukukan penyaluran KUR untuk Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 10,03 triliun dari total penyaluran KUR seluruh Indonesia sebesar Rp 60,09 triliun untuk 2,9 juta penerima kredit.
KUR sebesar Rp 463,59 miliar disalurkan ke Kabupaten Lamongan. Khusus untuk sektor pertanian di Jatim, penyalurannya mencapai Rp 2,43 triliun, Rp 100,59 miliar di antaranya disalurkan ke Kabupaten Lamongan.