MEDAN, KOMPAS - Permintaan rumah di Indonesia mencapai 1,46 juta unit per tahun, tetapi yang dapat dibangun hanya sekitar 400.000 unit per tahun. Penyebabnya antara lain minimnya pembiayaan, harga tanah naik tidak terkendali, dan keterbatasan lahan. Hingga saat ini, permintaan rumah yang belum terpenuhi mencapai sekitar 11,6 juta unit.
Hal itu disampaikan Direktur Utama PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) (SMF) Ananta Wiyogo dalam kuliah umum bertajuk ”Perkembangan Pasar Pembiayaan Sekunder Perumahan di Indonesia”, di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, Jumat (28/9/2018). Hadir Wakil Rektor III USU Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Kerja Sama Mahyuddin KM Nasution serta Dekan FEB USU Ramli.
Ananta menyatakan, sebagai badan usaha milik negara yang membidangi pembiayaan perumahan, pihaknya terus mendorong pembangunan rumah yang layak huni. Selama ini, pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR) menghadapi sejumlah masalah, antara lain tenor yang panjang, yakni 15-20 tahun, tingkat suku bunga yang tidak tetap, dan ketersediaan dana jangka panjang yang minim.
Untuk mengatasi masalah itu, menurut Ananta, SMF menyediakan dana jangka panjang dan dana dengan bunga tetap. SMF mendapat dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penerbitan surat utang, dan investor.
Mereka menyalurkan dana itu melalui KPR di bank dan perusahaan pembiayaan lainnya.
Selain pembiayaan, masalah lain dalam percepatan pembangunan rumah adalah ketersediaan lahan yang minim dan peningkatan harga lahan yang tidak terkendali. ”Hingga saat ini belum ada instrumen untuk mengendalikan kenaikan harga lahan untuk perumahan,” kata Ananta.
Dia menjelaskan, pemerintah terus mengejar pembangunan rumah untuk memenuhi permintaan perumahan yang layak huni di Indonesia. Pemerintah daerah juga didorong untuk membangun rumah susun di lahan-lahan milik pemerintah yang tidak terpakai. Hal itu akan sangat membantu penyediaan rumah, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Ananta mengatakan, pemerintah juga sedang menjalankan program untuk mengurangi kawasan kumuh yang tersebar pada 32 kota di Indonesia. Hal itu antara lain dilakukan dengan cara membangun rumah bersubsidi bagi MBR.
Rumah untuk milenial
Di tengah sulitnya pembiayaan perumahan, kata Ananta, ada perubahan perilaku masyarakat, khususnya masyarakat milenial, dalam memutuskan untuk membeli rumah atau tidak.
”Masyarakat kelompok milenial sekarang lebih senang menggadaikan gaji untuk kredit mobil atau membiayai jalan-jalan ke Singapura. Padahal, sebenarnya uang tersebut dapat digunakan untuk uang muka KPR,” katanya.
Ananta mengatakan, sebaiknya masyarakat sudah mengajukan KPR sejak usia muda. Ini akan meningkatkan kemampuannya membayar cicilan karena usianya masih produktif.
Sementara itu, Mahyuddin KM Nasution mengatakan, USU terus melakukan kajian akademis untuk percepatan penyediaan rumah bagi masyarakat. ”Pembangunan perumahan adalah infrastruktur yang kegunaannya langsung dirasakan oleh masyarakat,” katanya. (NSA)