Tugas Terakhir yang Agung
Anthonius Gunawan Agung (21), mendedikasikan hidupnya mengawal pesawat ketika gempa bumi dahsyat menggetarkan Palu dan sekitarnya. Pesawat lalu terbang sempurna. Namun, dia tidak mampu menyelamatkan diri. Seperti panggilannya, Agung, dia telah menunaikan tugas kemanusiaan seagung-agungnya.
Jumat (28/9/2019), sekitar pukul 17.55, di Bandara Mutiara SIS Al-Jufry Palu. Tanah bergetar. Gempa kembali melanda wilayah ini. Berbeda dari gempa yang telah mengguncang sejak beberapa jam sebelumnya, ayunan gempa kali ini jauh lebih keras. Tepatnya, gempa berkekuatan M 7,4 .
Agung, personel Air Traffic Controller (ATC) ini, masih berada di menara bandara tempatnya mengawal sebuah pesawat yang akan take off. Dia bersama seorang asistennya, mengarahkan pesawat Batik Air tujuan Palu-Makassar untuk lepas landas.
Saat getaran semakin keras, Agung memerintahkan asistennya untuk turun terlebih dahulu. “Kamu turun dulu. Ini saya selesaikan. Begitu kira-kira,” ucap Direktur Utama AirNav Indonesia Novie Riyanto, menirukan ucapan Agung, Sabtu, di Makassar.
Sang asisten lalu turun, dan pemuda yang pada Oktober mendatang berusia 22 tahun ini sendirian memandu pesawat yang sedang berjalan di landasan sepanjang 2.250 meter. Gempa semakin kuat. Bangunan mulai bergoyang hebat.
Dia memberikan arahan terakhir agar pesawat segera lepas landas kepada pilot pesawat, Ricosetta Mafella. “Batik 6231 runway 33 clear for take off,” ucap Agung, seperti diposting sang pilot di akun instagramnya.
Tepat ketika roda pesawat telah meninggalkan landasan dengan sempurna (airborne), Agung lalu berusaha turun. Dia berupaya menyelamatkan diri seperti rekan-rekannya yang lain. Saat ingin berlari, bangunan menara tempatnya berada runtuh. Agung berusaha melompat dari lantai empat, tapi reruntuhan ikut menimpanya. Dia tidak sadarkan diri hingga ditemukan oleh rekan-rekannya setelah gempa.
Dia lalu dilarikan ke rumah sakit. Kakinya patah. Luka parah lainnya ditemukan di tangan, rusuk, dan tulang ekor. Dia dilarikan ke rumah sakit. Hanya saja, rumah sakit di Palu tidak mampu menangani luka seserius Agung, dengan kondisi yang juga terkena dampak gempa.
Sebuah helikopter disiapkan untuk membawanya ke rumah sakit yang lebih lengkap keesekoan harinya. Namun, Agung hanya bertahan hingga Sabtu pagi. Dia menghembuskan napas terakhir sebelum rencana itu berjalan.
Jenazah bungsu tiga bersaudara ini lalu dibawa ke Makassar, Sabtu sore. Makassar adalah tempat sebagian besar keluarga Agung, juga tempatnya menempuh pendidikan di Akademi Teknik Keselamatan Penerbangan (ATKP).
Kesedihan begitu kental terasa di rumah keluarga duka, tempat jenazah disemayamkan. Rumah di Jalan Onta Baru, Makassar itu adalah rumah kerabatnya. Rumah itu juga menjadi persinggahan Agung saat kuliah, saat kedua orangtuanya menetap di Papua.
“Saya telepon tadi pagi tidak angkat-angkat. Agung kenapa Agung?” raung Anastasya Endang, ibu Agung, di depan jenazah anaknya.
“Kenapa kamu duluan agung? bukan nenekmu dulu Agung?” teriak sang nenek.
Sang ayah, Johane Thola, yang mewakili keluarga menerima penyerahan jenazah korban, berusaha tegar menyampaikan duka dan rasa terima kasihnya. “Kami sangat berduka dengan kejadian ini. Dan saya berterima kasi karena masih sempat bertemu dengan jenazah anak saya. Saya datang dari Papua tadi jam 17.00. Dan saya kuat menghadapi, apa yang almarhum lakukan untuk kebaikan dan kepentingan dunia penerbangan."
Bungsu tiga bersaudara ini terbujur kaku dalam peti. Dia telah pergi selama-lamanya setelah berjuang beberapa jam dari luka yang dideritanya. Keluarga, sahabat, dan rekan kerja almarhum tidak mampu menahan tangis.
Apalagi, sejak dulu, dia dikenal orang yang dekat dengan keluarga, suka membantu, dan setia kawan. Dia tidak melupakan keluarga, juga rekan-rekannya.
Fendi Adiwijaya (48), paman korban, menceritakan, saat kuliah dia rutin mengajak rekan-rekannya untuk datang ke rumah tempatnya tinggal. Sebab, sebagian kawannya itu tidak mempunyai keluarga dekat di Makassar.
“Dulu tiap akhir pekan pasti datang bawa teman empat sampai lima orang. Karena mereka itu anak kosan, tidak punya rumah dan keluarga di sini,” cerita Fendi.
Hal itu berlangsung selama hampir empat tahun lamanya, selama Agung menempuh kuliah. Dia lulus pada awal 2017, dan mulai bekerja di awal September tahun yang sama. “Ini sudah tepat satu tahun dia bertugas di Palu.”
Fendi terakhir kali berkomunikasi dengan keponakannya pada Juli lalu. Saat itu, Agung berinisatif merayakan ulang tahun ke-80 neneknya. Namun, kabar buruk itu datang sangat cepat. Agung dipastikan turut menjadi korban dari bencana dahsyat yang merenggut ratusan jiwa.
“Di satu sisi kami memang sangat terpukul. Soalnya dia masih muda, juga baru menjadi harapan keluarga,” kata Fendi. “Tapi di sisi lain kita bangga dengan perjuangannya, dia berani berkorban nyawa. Ini sangat berkesan bagi kami.”
Atas perjuangan dan dedikasi yang tidak mengenal batas, Agung dianugerahi beragam penghargaan dari tempatnya bekerja. Novie Riyanto memastikan, dia mendapat kenaikan pangkat dua kali. Semua haknya dipenuhi, dan keluarganya ditawari untuk bergabung ke AirNav Indonesia.
“Kami berduka. Karena almarhum begitu besar pengorbanannya. Hanya untuk melayani penerbangan, dia sampai mengorbankan nyawanya,” tambah Novie.
Terlebih, Novie mengakui, secara prosedural, saat terjadi kejadian di luar kehendak manusia (force majeure), petugas disarankan menyelamatkan diri. “SOP-nya, kalau gempa bumi di luar toleransi, harus ditinggal (pekerjaannya). Agung mempunyai dedikasi yang sangat tinggi, beliau tidak mau meninggalkan tanggung jawabnya, sampai dengan selesai, beliau baru keluar dari tower.”
Agung, seperti namanya, telah berbuat hal yang sangat agung, demi keselamatan dan demi kemanusiaan. Keluarga terdekat, sahabat, rekan, dan banyak orang begitu kehilangan sosok pemuda ini.
Saat ini, keluarga korban hanya membutuhkan satu hal. “Tolong dituliskan, kami mohon almarhum didoakan. Karena itu yang paling dibutuhkan oleh almarhum,” ucap Fendi, lirih.
[video width="640" height="352" mp4="https://kompas.id/wp-content/uploads/2018/09/WhatsApp-Video-2018-09-30-at-01.17.53.mp4"][/video]