Pelanggaran Kesusilaan dan Kekerasan oleh Oknum Aparat Meresahkan
Oleh
Nikson Sinaga
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Korban penganiayaan dan pelanggaran kesusilaan, Kl (27), menyesalkan sikap terdakwa oknum prajurit Kodam I Bukit Barisan, Sersan Satu Sahala Samosir (29), yang dalam pleidoi tidak mengakui penganiayaan dan pelanggaran kesusilaan kepadanya. Oditur Militer I-02 Medan sebelumnya menuntut Sahala 12 bulan penjara dan pemecatan dari dinas TNI.
Nota pembelaan itu disampaikan penasihat hukum Sahala, Sersan Satu Ahmad Zaini, dalam persidangan di Pengadilan Militer I-02 Medan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Letnan Kolonel Khairul Rizal, Senin (1/10/2018). Hadir terdakwa Sahala, penuntut umum dari Oditur Militer I-02 Letnan Kolonel Saifuddin Rambe, dan korban Kl.
”Keterangan saksi (korban) tentang pelanggaran kesusilaan menurut kami tidak bisa dibuktikan dalam persidangan. Terdakwa juga menginjak tangan saksi secara tidak sengaja. Saksi berupaya mengambil telepon selulernya yang dilempar terdakwa sehingga tidak sengaja diinjak oleh terdakwa,” kata Zaini.
Kl menyatakan sangat menyesalkan sikap Sahala yang tidak mengakui perbuatannya tentang pelanggaran kesusilaan dan penganiayaan yang dilakukan kepadanya. ”Sebagai seorang prajurit, seharusnya dia punya sikap yang lebih bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan,” lanjutnya.
Kl menuturkan, dirinya berpacaran dengan Sahala setelah berkenalan tahun 2014. Mereka sering bertemu di rumah terdakwa, di rumah Kl, dan di hotel. Menurut Kl, sebagaimana diungkapkan juga dalam keterangannya sebagai saksi di persidangan sebelumnya, terdakwa melakukan hubungan yang melanggar kesusilaan terhadapnya.
Menurut Kl, Sahala sebelumnya berjanji akan bertanggung jawab, tetapi belakangan mereka malah sering cekcok. Karena merasa dirinya tidak mendapat pertanggungjawaban, Kl pun melaporkan pelanggaran kesusilaan itu kepada pimpinan Sahala. Mereka berdua akhirnya dimediasi. Saat dimediasi, Sahala berjanji akan menikahi Kl.
Setelah mediasi itu, keduanya bertemu di sebuah rumah makan. Namun, mereka kembali cekcok dan Kl langsung pergi ke mobilnya. Sahala ikut masuk ke mobil, lalu merampas dan membuang ponsel Kl keluar. ”Dia lalu menginjak tangan saya saat saya berupaya mengambil ponsel tersebut,” ujar Kl.
Kl pun akhirnya melaporkan kasus pelanggaran kesusilaan dan penganiayaan itu ke Detasemen Polisi Militer I/5 Medan pada Februari. Kasusnya pun sempat jalan di tempat dan baru disidangkan pada Juni setelah Kl didampingi Lembaga Bantuan Hukum Medan.
Saifuddin mengatakan, di lingkungan TNI, pelanggaran kesusilaan merupakan pelanggaran berat karena menimbulkan ketidaknyamanan, keresahan, dan perpecahan di satuan. Jumlah kasus pelanggaran kesusilaan pun termasuk yang paling banyak di antara kasus pidana lain.
Untuk mengurangi pelanggaran kesusilaan, ucap Saifuddin, ancaman pemecatan pun telah dikeluarkan melalui Surat Telegram Konfidensial Panglima TNI No 198 Tahun 2005. Hampir seluruh prajurit TNI yang terbukti melanggar kesusilaan akhirnya dipecat.