SURABAYA, KOMPAS – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akan menerima penghargaan Scroll of Honour dari United Nations Human Settlements Programme atau UN-Habitat, organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani masalah permukiman penduduk dan isu urbanisasi. Sebagai wali kota, Risma dinilai mampu mengubah kehidupan warga Surabaya jadi lebih baik.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Surabaya Muhammad Fikser, Minggu (30/9/2018) di Surabaya mengatakan, penghargaan itu akan diserahkan saat peringatan Global Observance of World Habitat Day yang berlangsung di Kantor PBB di Nairobi, Kenya, Senin (1/10/2018).
”Banyak kandidat yang dipertimbangkan menerima penghargaan ini. Namun, Ibu Tri Rismaharini pantas menerimanya karena mengubah kehidupan warga kota Surabaya menjadi lebih baik. Sebagai Wali Kota Surabaya, dia tidak hanya memberikan pelajaran penting untuk Surabaya, tetapi langkahnya bisa direplikasi untuk Indonesia secara keseluruhan,” kata Direktur Hubungan Eksternal UN-Habitat Christine Musisi.
Penghargaan Scroll of Honour merupakan salah satu penghargaan di bidang permukiman yang paling bergengsi di dunia. Penghargaan ini diberikan kepada individu, organisasi, dan proyek yang memberikan kontribusi luar biasa di bidang permukiman, penyediaan perumahan, dan pengentasan rakyat miskin untuk kota berkelanjutan.
Sejak digelar pada 1989, baru lima tokoh atau instansi dari Indonesia yang menerima penghargaan tersebut. Risma merupakan orang keenam dari Indonesia yang didaulat menerima penghargaan tertinggi dari UN-Habitat.
Adapun lima tokoh atau instansi yang pernah mendapatkan penghargaan Scroll of Honour adalah Bank Tabungan Negara (1994), Menteri Pekerjaan Umum Radinal Mocthar (1997), Guru Besar Tata Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Johan Silas (2005), Gubernur Sumatera Utara Tengku Rizal Nurdin (2005), dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2005).
Fikser menuturkan, salah satu capaian yang membuat UN-Habitat memberikan penghargaan ini kepada Risma adalah karena pengelolaan sampah di “Kota Pahlawan” dinilai baik dan mampu menjadi pelopor sekaligus barometer perubahan perilaku masyarakat. Sebab, Surabaya mampu menciptakan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah.
Beberapa lembaga nonpemerintah yang bergerak di bidang pengelolaan sampah aktif mengampanyekan gerakan bersih-bersih sampah, pengelolaan sampah, dan mengurangi volume sampah. Seperti yang dilakukan oleh Tunas Hijau, salah satu organisasi nonpemerintah di Surabaya, yang mengadakan acara bersih-bersih sampah plastic di Pantai Kenjeran, Minggu (30/9/2018). Ada sekitar 20.000 anak-anak yang berpartisipasi dalam acara tersebut.
“Kami memberikan edukasi sejak dini kepada anak-anak untuk membangun kesadaran terkait bahaya sampah plastik. Ketika anak-anak tumbuh dewasa, meraka bukan hanya terbiasa membuang sampah plastic di tempat seharusnya, namun juga bisa mengurangi volume sampah plastik,” kata aktivis Tunas Hijau, Satuman.
Selain itu, lanjut Fikser, beberapa program pengelolaan sampah yang melibatkan partisipasi warga terus dikembangkan di kota ini. Salah satunya adalah program Surabaya Green and Clean yang telah dimulai sejak 2005. Melalui program ini, warga Surabaya dibiasakan memilah, mengelola, dan mengolah sampah di rumahnya masing-masing. Program ini menyadarkan warga bahwa pengelolaan sampah tidak hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga tanggungjawab semua warga.
Hasilnya pun mulai terlihat dari berkurangnya volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Benowo berkurang empat tahun terakhir. Padahal, jumlah populasi di kota seluas 350 kilometer persegi tersebut selalu bertambah tiap tahun.
Adapun volume sampah yang dibuang ke TPA Benowo pada 2014 sebanyak 1.441,62 ton turun menjadi 1.439,43 ton pada 2015. Kemudian pada 2016 volumenya sebanyak 1.433 ton (2016) dan kembali turun menjadi 1.417,6 ton pada 2017. Sedangkan jumlah penduduk selalu bertambah, yakni 3 juta jiwa pada 2014 dan naik menjadi 3,21 juta jiwa pada 2015. Lalu, kembali bertambah menjadi 3,30 juta jiwa (2016) dan 3,34 juta jiwa (2017).
“Sampah juga sudah diolah menjadi energi listrik. Di TPA Benowo, ada Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang mampu menghasilkan listrik sebesar 2 Megawatt (MW) per hari. PLTSa ini terus dikembangkan agar mampu memproduksi listrik hingga 9 MW,” ucap Fikser.