Berharap dari Sekeping Informasi
Para keluarga korban berupaya dengan segala cara mencari sanak saudara yang belum ketahuan kabarnya. Dari selembar informasi, mereka menaruh segunung harapan kehidupan. Tidak ada kata menyerah sebelum kabar yang ditunggu tiba.
Selembar foto memperlihatkan dua anak balita yang sedang duduk di atas kasur. Keduanya memakai kaus putih dan celana kuning. Sebuah tanda panah mengarah ke anak perempuan yang lebih tua, ”Dicari: Grace”.
Foto itu terpasang di papan informasi Rumah Sakit Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (3/10/2018). Sudah tiga hari foto itu dipasang oleh keluarga korban. ”Katanya sudah ketahuan lokasinya. Kemarin ada yang kasih tahu,” kata Humas RSUD Kota Makassar Wisnu Maulana.
Di sebelah foto itu, tiga lembar kertas dengan foto dan biodata terpampang. Dicari! Orang Hilang! Begitu kalimat yang dicetak tebal-tebal dari selembar kertas yang terpasang di papan pengumuman itu.
Foto korban gempa yang keberadaannya belum diketahui dipasang para keluarga korban lengkap dengan biodata dan nomor yang bisa dihubungi.
Semua cara diupayakan agar keberadaan korban bisa diketahui. Selepas zuhur, seorang perempuan datang tergopoh-gopoh ke bagian informasi. Dia menanyakan nama dan keluarganya. Petugas lalu menunjukkan papan informasi tempat nama-nama korban ditempelkan.
Sayangnya, nama yang dia cari tidak ada. ”Saya sudah ke Asrama Haji Sudiang, tidak ada juga. Ini mau ke rumah sakit lain,” ucap Dian, perempuan itu.
Dia sedang mencari Milda (29), kakak iparnya. Termasuk dua keponakannya, Asyifah Nur Aisah (5) dan Muhammad Raska yang baru berusia tiga bulan.
Dian menceritakan, saat gempa berkekuatan M 7,4, kakak ipar dan dua anaknya berada di rumah. Sementara, sang suami dalam perjalanan pulang ke rumah di Petobo. Wilayah ini yang ditengarai banyak mengubur korban karena terjadinya likuefaksi.
”Tapi ada yang lihat mereka lari. Cuma tidak ada kabarnya sampai sekarang. Banyak yang bilang sudah meninggal. Tapi kami tidak mau menyerah sampai ada kabar pasti. Semoga mereka selamat,” tutur Dian. Dia lalu menuliskan namanya di daftar pencarian keluarga beserta nomor kontaknya.
Sejak Minggu pekan lalu, saat korban gempa mulai mengungsi ke Makassar, ratusan orang terus mencari keluarganya. Di RSUD Kota Makassar saja ada 42 orang datang mencari keluarganya. Mereka berharap nama keluarga mereka ada dalam daftar korban yang dibawa ke Makassar.
Di Asrama Haji Sudiang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Sejumlah kertas berisi pengumuman orang hilang terpajang. Salah satunya foto Reyhand Zildjiansyah (10) dan Furqon (5). Di bawah gambar keduanya yang saling merangkul itu terdapat alamat dan nomor telepon untuk dihubungi. Mereka diduga hilang saat gempa beserta tsunami melanda Palu.
Keluarga Reyhand dan Furqon hanya salah satu dari ratusan atau mungkin ribuan warga yang tengah mencari keluarga mereka di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, lokasi terkena gempa berkekuatan M 7,4 disertai tsunami. Gempa dan tsunami itu menewaskan lebih dari 1.400 jiwa dan merusak ribuan rumah dan bangunan.
”Saya sudah dua hari mencari orangtua dan kedua anak saya, Zeiina Prinslo (8) dan Muhammad Erdani (6), di Palu. Tapi, tidak ada. Saya enggak sanggup melihat kuburan massal,” ujar Lusinda, korban gempa saat ditemui di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Rabu.
Tak beralas kaki
Lusinda yang tinggal di Jalan Diponegoro, Kota Palu, dekat pantai, nekat ke Makassar dengan jalan darat untuk mencari keluarganya. Pikirnya, hanya Makassar yang merupakan tempat pengungsian korban gempa yang belum ia datangi. Ia menumpang mobil sewa meski hanya membawa uang Rp 10.000. Rumahnya telah ambruk ditelan gempa.
”Tuhan memberikan jalan dengan mempertemukan orang baik sehingga saya bisa ke Makassar. Kalau mau naik pesawat Hercules harus antre dengan ribuan korban lainnya,” ujar Lusinda yang hanya datang tanpa beralas kaki. Kakinya tampak pincang.
Di Makassar, ia hanya ingat alamat keluarganya di Jalan Pelita Raya Nomor 4. Namun, sudah lebih dari 10 tahun ia tak ke sana. Saat tiba, Selasa malam, ternyata keluarga saya sudah lama pindah. Saya tidak punya telepon.
Syukurlah ada warga yang mengizinkan saya tinggal di rumahnya,” ungkapnya.
Pada Rabu sore, ia diantar ke Asrama Haji Sudiang yang menjadi tempat pengungsian korban gempa. Di sana, ia mengamati ratusan nama korban gempa yang sempat tinggal di asrama. Namun, tak satu pun nama keluarganya tertera. Air mata kembali membasahi kantong matanya yang tampak membiru.
”Saya harap ada kabar baik tentang keluarga saya. Hanya itu, keinginan saya,” ucap Lusinda yang merupakan orangtua tunggal.
Eni (44), warga Batua Raya, Makassar, juga telah keliling ke Asrama Haji Sudiang hingga sejumlah rumah sakit tempat korban gempa dirawat. Namun, hasilnya nihil. Tantenya bernama Panunju bersama suaminya, Jamaluddin, serta anak-anaknya masih hilang setelah gempa dan tsunami Palu. Nomor teleponnya tak aktif.
”Kami tidak tahu harus mencarinya ke mana lagi. Siapa yang bisa dihubungi di Palu? Keluarga saya tinggal di Jalan Kelinci,” ujarnya sambil bertanya kepada petugas pos komando pengungsian di asrama.
Perjuangan tanpa ujung
Khaedir (39), keluarga korban gempa, juga berupaya keras mencari istri, dua anaknya, serta dua adiknya. Ia harus mengantre hingga sehari untuk dapat menumpang pesawat Hercules milik TNI, Minggu (30/9), untuk ke Palu. Saat itu, hanya Hercules yang mampu menembus Palu. Penerbangan komersial ditutup setelah gempa. Sementara saluran telekomunikasi belum pulih seutuhnya.
”Anak dan istri saya alhamdulillah selamat. Tapi, satu adik saya meninggal dan satu lagi masih hilang,” ujarnya. Pencarian pun masih dilakukan. Di Makassar, keluarganya juga masih mencari adiknya di tempat pengungsian.
Perjuangan warga mencari keluarganya yang terkena gempa dan tsunami Sulteng seperti tanpa ujung. Namun, semangat mereka juga tak putus untuk berusaha mencari jejak keluarganya.
Di media sosial dan grup aplikasi percakapan, keluarga korban tidak henti menyebarkan informasi yang memuat foto dan data diri korban. Pesan itu terus dikirimkan, berharap ada seseorang yang mengenal dan mengetahui keberadaan korban.
Di media sosial Twitter, akun @infoMitigasi aktif menyebarkan informasi cara mencari keluarga yang hilang. Akun yang dikelola oleh Komite Internasional Palang Merah bekerja sama Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ini menyediakan format pencarian keluarga dan pernyataan sebagai korban hilang.