Titik Panas Terus Bertambah, BNPB Kembali Operasikan Helikopter ”Water Bombing”
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dalam empat hari terakhir, titik panas di Sumatera Selatan terus bertambah seiring dengan penghentian operasi pemadaman melalui udara dengan helikopter water bombing. Melihat kondisi ini, BNPB akhirnya mengizinkan kembali operasi helikopter water bombing yang jam terbangnya di bawah 300 jam hingga 30 September 2018.
Berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, jumlah titik panas dalam empat hari terakhir selalu di atas 50 titik. Titik panas terbanyak terjadi pada Selasa (2/10/2018) ketika titik panas mencapai 77 titik. Adapun pada Rabu, jumlah titik panas mencapai titik. Titik panas tersebar di beberapa wilayah, seperti Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin, Muara Enim, Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Selatan, dan Musi Rawas.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan BPBD Sumatera Selatan Anshori, Kamis (4/10/2018), mengatakan, kebakaran terjadi karena kondisi cuaca di wilayah Sumsel yang kering dan panas sehingga potensi kebakaran lahan sangat tinggi. Di sisi lain, tim pemadam darat juga terkendala memadamkan api karena sumber air yang mengering dan akses menuju titik api sangat sulit.
Hal ini diperparah dengan penghentian operasi helikopter water bombing per 30 September lalu untuk dievaluasi. Hal ini membuat proses patroli dan pemadaman sulit dilakukan. Ketika helikopter patroli masih berjalan, ungkap Anshori, pihaknya dengan mudah memantau titik api dan langsung memadamkannya. ”Saat ini pemantauan hanya mengandalkan satelit Lapan dan pemantauan dari darat yang tentu sangat terbatas,” katanya.
Dampak dari menyebarkan titik panas tersebut sudah terasa di Palembang. Rabu pagi, kabut sudah menyelimuti sejumlah tempat. Jarak pandang hanya 800 meter dan kecepatan angin mencapai 3,7 km per jam. Namun, BMKG menerangkan itu hanya kabut dan bukan kabut asap.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Kelas I Kenten Palembang Nandang Pangaribowo mengatakan kabut yang menyelimuti Palembang pada Rabu pagi adalah akumulasi dari kabut embun, debu, asap, dan bahan-bahan yang bercampur lain.
Nandang menjelaskan, ciri kabut asap akan terlihat dari tingkat Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang menunjukkan angka 200-300 atau lebih. Ketika itu, kondisi udara sudah tergolong tidak sehat. Kabut juga akan berlangsung dari pagi hingga petang. Namun, pada Rabu pagi tingkat ISPU menunjukkan tren menurun.
Berdasarkan alat pengukur ISPU, alat PM 10, angka hampir 150 di pagi hari atau di golongan sedang. Menuju ke siang hari, tingkat ISPU menurun ke angka 70. Selain itu, kabut berangsur menghilang di siang hari. Hal ini menunjukkan kabut yang ada bukanlah kabut asap, melainkan halimun yang merupakan campuran dari sejumlah zat yang ada di udara.
Walau demikian, lanjut Nandang, pihaknya berharap agar masyarakat tidak membakar lahan karena kondisi lahan di Sumsel sangat rentan terbakar. Prakiraan probabilistik curah hujan pada dasarian I Oktober menunjukkan, sebagian besar wilayah Sumatera Selatan berpeluang mendaptkan curah hujan kurang dari 50 milimeter (mm). Adapun untuk dasarian II Oktober sebagian besar wilayah Sumsel berpeluang mendapatkan curah hujan kurang dari 100 mm.
Adapun untuk di wilayah Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir, misalnya, curah hujan rata-rata berkisar 50-100 mm per dasarian. Bahkan, di sejumlah wilayah di OKI, ada curah hujan yang di bawah 50 mm per dasarian. Adapun untuk hari tanpa hujan (HTH) sebagian besar wilayah di Sumsel masuk di kriteria HTH pendek atau tidak hujan selama 6-10 hari.
Walaupun demikian, pantauan Kompas, masih ada kebakaran di sejumlah wilayah utama di Ogan Ilir di mana kebakaran lahan terjadi di Sungai Rambutan, Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir. Setidaknya terpantau dari darat ada tiga titik kebakaran di sana.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengatakan, untuk meminimaliasi kebakaran pemerintah akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk mengubah lahan telantar menjadi lahan yang bermanfaat dan bernilai ekonomi bagi masyarakat. ”Saya akan buat perda untuk mengubah lahan rawa yang telantar menjadi sawah,” katanya.