Angin Kencang Jadi Kendala Pemadaman
INDRALAYA, KOMPAS - Angin kencang dan menipisnya sumber air menjadi kendala pemadaman kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. Fenomena El Nino perlu diantisipasi.
Angin kencang serta menipisnya sumber air jadi kendala tim darat dan tim udara memadamkan api. Hal ini terlihat ketika satgas penanggulangan kebakaran hutan dan lahan Sumatera Selatan mencoba memadamkan kebakaran lahan di Jalan Tol Palembang-Indralaya, Kamis (4/10/2018).
Kebakaran sempat mengganggu aktivitas di Jalan Tol Palembang-Indralaya (Palindra). Asap tebal menutupi pandangan.
Kepala Tim Manggala Agni Posko Desa Arisan Jaya Feriyanto mengatakan, kebakaran terjadi sejak Rabu (3/10) malam. Mulanya kecil, tapi karena angin berembus sangat kencang, api kian berkobar.
Kamis, Feriyanto bersama tim masuk ke kawasan semak belukar untuk mendekati titik api. Karena selang tidak bisa menjangkau lokasi kebakaran, Feriyanto membuat sekat dengan membasahi lahan di sekitar titik api.
Satu helikopter dikerahkan untuk memadamkan api dari udara. Namun, pemadaman terkendala kesulitan air karena kanal di sekitar lahan mengering.
Hal ini diperparah angin yang berembus kencang sehingga api cepat berkobar. Tim darat berupaya mencari sumber air dengan membuka lumpur yang menghalangi aliran air. Sekitar pukul 16.00 api bisa dipadamkan berkat kerja sama TNI/Polri, BPBD Ogan Ilir, dan Masyarakat Peduli Api.
Ini kedua kali kawasan di sekitar Jalan Tol Palindra terbakar. Selasa (25/9), Jalan Tol Palindra Kilometer 17 juga terbakar. Kebakaran itu menghanguskan 4 hektar lahan semigambut dan membuat jarak pandang di jalur tol terbatas.
Menurut Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan BPBD Sumsel Anshori, Rabu terpantau 31 titik panas di Sumsel, terutama di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Ogan Ilir. Sehari sebelumnya, ada 47 titik panas.
Pemadaman terbantu enam helikopter yang dioperasikan, sebelumnya pemadaman dihentikan untuk evaluasi. Lima helikopter dioperasikan, sementara satu unit dicadangkan. Helikopter patroli belum diizinkan terbang.
Pemantauan titik panas masih mengandalkan satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dan laporan dari tim darat.
Kepala Seksi Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Beny Setiaji mengatakan, pusat tekanan rendah di Sumatera bagian utara dan sirkulasi Eddy di Sumatera bagian tengah menghalangi pergerakan muson Australia. Pergerakan massa udara menuju ke dua sistem melambat. Kondisi ini memunculkan hujan di Sumatera bagian utara dan tengah.
Sebaliknya, sirkulasi Eddy menyebabkan pola penyebaran massa udara (divergensi). Hal ini mempersulit pertumbuhan awan hujan di Sumsel.
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Kelas I Kenten Palembang Nandang Pangaribowo mengatakan, peluang hujan terjadi pada dasarian I Oktober, tetapi kurang dari 50 milimeter. Pada dasarian II Oktober, peluang hujan 100 mm.
Siaga darurat
Status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Selatan, yang akan berakhir 31 Oktober, berpotensi diperpanjang. Intensitas kebakaran lahan masih tinggi.
Pemerintah Provinsi Kalsel menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan mulai 1 Mei hingga 31 Oktober 2018. Sampai Kamis, tercatat ada 813 kebakaran lahan di Kalsel dengan luas lahan terbakar 3.477,418 hektar.
”Pada minggu ketiga Oktober, kami akan mengevaluasi apakah status siaga darurat perlu diperpanjang atau tidak,” kata Kepala BPBD Kalsel Wahyudin.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menurut Wahyudin, sudah meminta Pemprov Kalsel mengantisipasi kemungkinan terjadinya El Nino. Jika fenomena itu terjadi, kemarau di Kalsel bisa berlangsung hingga Januari 2019.
Kondisi itu membuat wilayah Kalsel rawan kebakaran lahan. Saat ini, kebakaran lahan semakin meluas dan mendekati permukiman warga. Lahan yang terbakar umumnya lahan gambut dan susah dipadamkan. Petugas yang melakukan pemadaman lewat darat ataupun lewat udara sering kali kewalahan.
”Untuk pemadaman lewat udara, sudah tujuh helikopter pengebom air dikerahkan. Namun, tidak mampu mengatasi kebakaran di lahan gambut,” tutur Wahyudin.
Pantauan di Jejangkit, Barito Kuala, Kamis, kebakaran lahan terjadi di sekitar areal pertanian yang dipersiapkan untuk Hari Pangan Sedunia. Asap pekat membubung dari beberapa titik api. Siang itu suhu di Jejangkit 37 derajat celsius. (RAM/JUM)