LAMONGAN, KOMPAS — Saat ini, 78 desa di 10 kecamatan di Lamongan, Jawa Timur, mengalami kesulitan air bersih. Dana penanggulangan kekeringan yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2018 telah terserap semua untuk bantuan distribusi air bersih.
Lebih dari 300 tangki air bersih dipasok ke wilayah terdampak, termasuk Kecamatan Tikung, Mantup, Sugio, Kembangbahu, Modo, Ngimbang, dan Kedungpring.
Kepala Pelaksana BPBD Lamongan Suprapto, Jumat (5/10/2018), menyebutkan, karena kekeringan masih berlanjut, jika masih ada masyarakat yang meminta bantuan air bersih, dana akan diambilkan dari dana tak terduga.
BPBD juga berkoordinasi dengan perusahaan termasuk Bank Jatim dan Bank Daerah Lamongan untuk mengalokasikan bantuan pasokan air melalui dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Penyaluran distribusi air diharapkan dikoordinasikan dengan BPBD agar tidak tumpang tindih dan distribusi merata.
Kondisi sulit air bersih antara lain dialami warga Desa Mantup, Kecamatan dan Bakalanpule, dan Kecamatan Tikung. Bantuan air bersih dirasakan sangat berarti bagi warga Mantup seperti Rosyid. ”Sumur warga dan embung penampung air sudah kering,” katanya.
Tambah tandon
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Lamongan tahun ini membeli 14 unit backhoe untuk mendukung program pembangunan dan pengerukan 1.000 embung. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Lamongan Khusnul Yaqin menyebutkan, saat mengelola 172 embung desa di delapan kecamatan, terjadi antrean dalam menggunakan backhoe.
Bupati Lamongan Fadeli menyatakan, pemanfaatan backhoe untuk pengerukan embung desa digratiskan. Pengoperasian akan didanai melalui APBDes sebagai bagian dari optimalisasi penggunaan dana desa. Penyediaan backhoe bagi program pengerukan embung itu untuk memberikan jaminan ketersediaan sumber air baku di pedesaan, baik untuk pertanian maupun rumah tangga, selama musim kemarau.
Ke depan, akan disiapkan satu unit backhoe di setiap kecamatan di Lamongan agar dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh masyarakat untuk menambah volume embung desa. Keberadaan tandon air berupa embung di pedesaan menjadi sangat penting artinya karena embung ini bisa digunakan untuk memanen air saat musim hujan guna memenuhi kebutuhan pada musim kemarau.
Tahun ini, Pemkab Lamongan juga menyiapkan anggaran sebesar Rp 5,6 miliar untuk mengeruk 36 embung desa di beberapa kecamatan. ”Pengerukan ini bisa meningkatkan kapasitas tandon air setelah sedimen hingga 135.460 meter kubik dikeruk,” ucap Fadeli.
Secara terpisah, BPBD Bojonegoro juga mendistribusikan air bersih ke daerah yang dilanda kekeringan. Setiap hari setidaknya enam tangki berkapasitas 4.000 liter didistribusikan.
Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bojonegoro MZ Budi Mulyono menjelaskan, tiga truk tangki disiapkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi warga yang mengajukan bantuan air bersih.
Dalam dua hari terakhir, lanjutnya, air didistribusikan untuk 135 keluarga di Desa Sumodikaran, Kecamatan Kapas, dan 1.350 keluarga di Desa Pejok, Kecamatan Kepohbaru. Mereka tersebar di Dusun Pejok sebanyak 250 keluarga, Jetis (160 keluarga), Jatisari (225 keluarga), Sukorejo (450 keluarga), Karangpilang (250 keluarga), dan Jatitengah (275 keluarga). Air bersih juga dikirimkan ke Desa Tulungrejo, Kecamatan Baureno.
Budi menyebutkan, sampai hari ini, luasan peta kekeringan di Bojonegoro mencapai 92 dusun di 52 desa yang tersebar di 15 kecamatan. Kekeringan ini melanda lebih kurang 17.263 keluarga atau 22.473 Jiwa.
Selain kekurangan air, kekeringan juga memicu kebakaran. Terhitung Januari sampai Agustus 2018, terjadi 52 kasus kebakaran di Bojonegoro. Itu belum termasuk kejadian September dan terakhir Jumat, 5 Oktober 2018, di rumah kosong kompleks perumahan guru SMP Negeri 3 Dander Jakan Mastrip, Mojoranu.
Budi mengingatkan warga untuk tidak membakar sampah sembarangan karena ada potensi angin kencang seiring dengan pergantian musim. Masyarakat juga harus mengecek instalasi listrik, termasuk mengganti kabel rusak. Penanak dan penghangat nasi atau magic com sebaiknya dicabut saat nasi tinggal menipis.