Lumpur Pindahkan Kampung Kami
Gempa bumi tak hanya merusak bangunan. Fenomena likuefaksi menggeser rumah dan kebun warga hingga lebih dari 1 kilometer. Hal itu mengubah total wajah dan letak perkampungan di Kabupaten Sigi.
Fenomena likuefaksi yang menyertai gempa bermagnitudo 7,4, Jumat (28/9/2018), membuat sejumlah perkampungan di Kabupaten Sigi bergerak meninggalkan titik koordinatnya semula.
Tak hanya permukiman, lumpur yang keluar dari dalam tanah juga menyeret kebun jagung dan kelapa. Di lokasi gempa bisa disaksikan hamparan tanaman jagung berpindah dalam keadaan utuh dengan tanaman masih berdiri. Kebun jagung tersebut menggantikan perkampungan yang juga bergeser bersama seluruh isinya sejauh lebih dari satu kilometer.
Syaiful (35), warga Desa Jone Oge, Kecamatan Sigi Biromaru, adalah salah satu korban sekaligus saksi hidup saat tanah di kampungnya terbelah disusul luapan lumpur yang keluar dari dalam tanah.
Rumah Syaiful berada di perkampungan di tepi jalan poros Palu-Napu. Karena berada di jalan poros, perkampungan ini cukup ramai. Sisi kiri dan kanan jalan dipenuhi warung makan, toko, dan bengkel. Jalur Palu-Npu yang melintasi Sigi Biromaru menjadi akses utama bagi warga yang menuju ke beberapa wilayah di Poso, terutama Lembah Napu.
Jumat petang saat gempa mengguncang, Syaiful dan keluarganya sedang bersiap-siap untuk shalat Maghrib. Getaran yang cukup hebat membuat mereka langsung berlari ke luar rumah. Baru saja hendak melangkah ke jalan raya, mereka dikejutkan dengan aspal yang terbelah dan menganga.
”Begitu jalan terbelah, saya melihat lumpur pekat keluar dari dalam tanah. Saya dan keluarga akhirnya balik serta berpegangan pada tiang rumah. Kami berusaha berpijak dan berpegangan pada bahan yang kokoh untuk menghindari jatuh ke dalam lumpur. Beberapa kali saya terjatuh, tapi terus berusaha berpegangan pada tiang rumah yang bergoyang,” katanya.
Bergeser jauh
Saat itu, konsentrasi Syaiful berpegangan dan menjaga keluarganya agar tetap berpijak pada bagian rumah, membuat dia tak sadar bahwa rumahnya bergerak. Saat rumah bergerak dan sejumlah bagian serta perabot rumah berjatuhan, Syaiful masih mengira itu akibat gempa.
”Ketika rumah sudah berhenti bergerak, saya mencoba melihat sekeliling. Saya kaget karena sudah tidak berada di kampung. Keesokan harinya, saya melihat lokasi rumah saya semula, ternyata sudah berjarak lebih dari 1 kilometer dari posisi rumah sekarang,” katanya.
Ketika itu, Syaiful harus berhati-hati melangkah karena sebagian tanah dan lumpur masih labil. Setiba di lokasi perkampungan, dia terkejut mendapati hamparan tanaman jagung sudah berada di bekas kampungnya.
Arkan, warga lain yang rumahnya nyaris tersapu lumpur, juga menjadi saksi saat tanah terbelah. Rumahnya hanya berjarak sekitar 3 meter dari jalur luapan lumpur.
”Saya berlari ke luar rumah saat gempa. Nyaris berlari ke arah kampung yang diseret lumpur. Tapi saat melihat jalan terbelah dan keluar lumpur, saya mengubah arah,” katanya. Ia juga terkejut saat melihat kampungnya tergantikan dengan hamparan kebun jagung.
Pantauan di lokasi menunjukkan, tanaman jagung yang mengisi bekas perkampungan, 90 persen dalam kondisi berdiri tegak dan tetap tumbuh. Kebun tersebut hanya berpindah tempat tanpa mengalami kerusakan.
Setidaknya 2 kilometer lebih jalan aspal yang membelah perkampungan itu ikut hilang sehingga akses Palu-Napu terputus.
Kondisi seperti ini juga terjadi di Desa Sibalaya dan beberapa desa lain di Kecamatan Dolo. Desa-desa tersebut beserta isinya bergeser. Ada bekas perkampungan yang tertutup tanaman kelapa, ada pula yang tertimbun lumpur bercampur batu dan kayu.
Sebagian pohon kelapa dan pepohonan lain berpindah beserta akar dan tanah di bawahnya. Kondisi lahan di Kecamatan Sigi Biromaru tampak cukup parah.
Tanah retak dan bergelombang terlihat di sepanjang jalan. Sebagian aspal terperosok hingga kedalaman lebih dari 3 meter. Lahan sawah juga bergelombang seperti gulungan ombak.
Bekas perkampungan itu kini jadi tontonan warga. Mereka kebingungan bercampur takjub melihat fenomena yang terjadi.
Mengungsi
Saat ini, sebagian warga Jono Oge dan warga desa-desa di Dolo yang kampungnya bergeser mengungsi ke rumah kerabat.
Sebagian lain berkumpul di titik pengungsian di wilayah Sigi Biromaru. Ada juga yang mengungsi ke Poso ataupun kabupaten lain yang bisa dijangkau. Ada pula warga yang berjalan puluhan kilometer ke pengungsian di Palu dan mencari kerabat mereka.
Yang berada di lokasi pengungsian di Sigi sebagian belum tersentuh bantuan. Misalnya dialami pengungsi di Jono Oge. Mereka sama sekali belum mendapat bantuan. Mereka mengandalkan pemberian tetangga yang masih memiliki cadangan makanan maupun mengambil jagung dan sayuran yang tersisa di kebun yang terseret ke bekas perkampungan mereka.
Kamis pagi, tim evakuasi yang tiba di lokasi kebingungan harus memulai evakuasi dari mana. Di perkampungan yang bergeser, masih banyak warga yang tertimbun reruntuhan rumah. Sejauh ini warga hanya mencoba mengevakuasi korban yang tertimpa reruntuhan menggunakan peralatan sederhana. Tak banyak korban yang bisa dievakuasi karena terimpit material reruntuhan. (Reny Sri Ayu)