PALU, KOMPAS — Meski masih dalam kondisi serba terbatas, aktivitas ekonomi di Kota Palu, Sulawesi Tengah, perlahan bergeliat pascabencana gempa-tsunami yang melanda daerah itu pada Jumat pekan lalu. Sejumlah pedagang toko dan pasar serta warung makan telah kembali berjualan.
Aktivitas itu salah satunya terlihat di Pasar Inpres, Kecamatan Palu Barat. Pada Kamis (4/10/2018), sejumlah pedagang beras, kelontong, sayur, dan ayam membuka kiosnya. Sejumlah pasukan TNI tampak berjaga di pasar tersebut. Kios-kios itu pun satu per satu didatangi pembeli.
Adi (40), pedagang kelontong, mengatakan, ia berjualan untuk mendapatkan hasil sekaligus membantu warga yang butuh membeli bahan pokok.
”Ini stok dagangan sejak sebelum gempa. Kira-kira bisa untuk persediaan berjualan selama seminggu. Pemasok besar masih banyak yang tutup, dan semoga mereka segera bisa kembali berjualan agar stok dagangan saya kembali terisi,” tutur Adi.
Banyak pedagang lain, kata Adi, belum berjualan karena bangunan di dalam pasar banyak yang retak akibat gempa. Kondisi itu berisiko terhadap keselamatan pedagang. Adapun kios milik Adi tak rusak.
Pasar Masomba di Kota Palu juga mulai berdenyut. Sebagian besar adalah pedagang sayuran dan buah-buahan. Nia (43), pedagang sayuran, mengatakan, dia telah berjualan dua hari setelah gempa. ”Mulai hari ini, saya berjualan dari subuh hingga maghrib. Sebelumnya, saya hanya berjualan beberapa jam saja,” katanya.
Emi (41), pemilik warung makan di belakang kantor Wali Kota Palu, mengatakan, dia tetap berjualan karena ingin membantu korban dan sukarelawan yang kelaparan. ”Saya sebenarnya takut berjualan, tapi saya ingin mencari rezeki sekaligus membantu orang,” ucap Emi.
Menurut Emi, warungnya akhirnya mendapat pesanan nasi bungkus untuk sukarelawan. Dalam sehari, ia membuat sedikitnya 200 nasi bungkus.
Geliat serupa terasa di Kabupaten Sigi. Hasanuddin, pedagang di Kecamatan Sigi Biromaru, mengaku sehari sejak gempa dia sudah mulai membuka kios buahnya. Dia menjual sisa persediaan buah karena permintaan warga tinggi. ”Meski kios saya tutup, warga tetap datang ke sini. Jadi, tetap saya layani. Kini, apa pun yang bisa dimakan dibeli oleh warga,” katanya.
Sementara itu, sejumlah SPBU mulai menyalurkan kembali BBM. Warga dari berbagai penjuru Palu pun mengantre. Antrean di SPBU di Jalan Towua, misalnya, mengular hingga 1 kilometer sejak pagi hingga siang. Zakeus (40) dan Matheus (60), warga Desa Uwemanje, Kecamatan Kinovaro, Palu, akhirnya memperoleh bensin setelah mengantre 10 jam. Setiap pembeli hanya boleh membeli bensin maksimal 5 liter. Mereka rela antre karena sudah tak ada bensin beberapa hari ini.